REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengundang investor Jepang untuk berinvestasi ke luar Jawa. Sebab, kebijakan pemerintah yang mendorong pengembangan industri hilir dan bernilai tambah akan lebih banyak terfokus di luar Jawa.
Kepala BKPM Franky Sibarani mengatakan, pidato Presiden Jokowi dalam acara Indonesia Business Forum, menyatakan Indonesia tidak lagi melakukan ekspor bahan mentah. Sehingga mendorong investasi di industri hilir atau bernilai tambah.
"Pesan Presiden sangat jelas, bahwa Indonesia tidak lagi mengekspor raw material, sehingga investasi yang masuk harus diarahkan ke industri hilir. Hal tersebut potensial dikembangkan di luar Jawa, karena bahan baku banyak terdapat di luar Jawa," kata Franky di sela-sela pelaksanaan acara Indonesia Business Forum yang dilaksanakan di Tokyo, Jepang, Selasa (24/3).
Data BKPM menunjukkan investasi Jepang cenderung terpusat di Jawa. Proporsinya mencapai 96 persen dari total realisasi investasi Jepang tahun 2010-2014 sebesar 12,01 miliar dolar AS.
Franky menambahkan, pidato Presiden Jokowi banyak mempromosikan potensi investasi di luar Jawa, di antaranya kawasan ekonomi khusus (KEK) dan kawasan industri di luar Jawa.
Pemerintah juga merencanakan pembangunan 15 kawasan industri hingga 2019, sebanyak 13 kawasan industri di antaranya berada di luar Jawa, seperti industri pengolahan sumber daya alam (SDA).
Franky mencontohkan, KEK Sei Mangkei di Sumatera Utara dikembangkan sebagai pusat industri kelapa sawit, karet, pupuk, logistik serta kawasan pariwisata. Sedangkan, KEK Bitung di Sulawesi Utara dikembangkan untuk industri perikanan, kelapa, tanaman obat, dan logistik.
Khusus wilayah Papua, lanjutnya, Pemerintah juga mendorong pengembangan empat kawasan ekonomi khusus beserta infrastruktur pendukungnya dengan fokus pengembangan yang berbeda.
Kawasan ekonomi Merauke dikembangkan untuk sektor pertanian terintegrasi industri pengolahannya; kawasan ekonomi Sorong untuk sektor maritim terintegrasi dengan industri pengolahannya; kawasan ekonomi Teluk Bintuni untuk sektor petrokimia dan turunannya; serta kawasan ekonomi Raja Ampat untuk industri pariwisata.
Menurut Franky, potensi industri bernilai tambah yang dapat dimanfaatkan investor Jepang, khususnya sektor agro dan maritim.
Masuknya investor Jepang ke sektor industri pengolahan berbasis agro dan maritim diharapkan dapat memberi nilai tambah kepada ekspor Indonesia.
Dia mencontohkan komoditas CPO yang saat ini bernilai 1.168 dolar AS per ton. Namun, jika diolah menjadi Fatty Acid, nilainya bertambah 2,4 kali lipat menjadi sebesar 2.820 dolar AS per ton.
Nilai tambah produk CPO akan semakin besar apabila diolah menjadi Surfactant, menjadi senilai 5.450 dolar AS per ton atau bertambah 4,66 kali lipat.
"Salah satu investor Jepang yang sudah menyatakan kesiapan untuk segera masuk ke Indonesia bergerak di produksi surfactant, senilai 260 juta dolar AS. Tentu hal ini akan memberikan nilai tambah terhadap produk CPO Indonesia," imbuh Franky.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Pengendalian dan Pelaksanaan Azhar Lubis mengatakan, untuk mendukung kemudahan investor, pemerintah telah mengimplementasikan layanan perizinan terpadu satu pintu (PTSP Pusat) di BKPM.
Melalui layanan tersebut, investor dapat memperoleh semua pelayanan perizinan investasi di tingkat pusat, baik dalam tahap preparation, pre-operation, maupun commercial operation, di Kantor BKPM.
Ke depan, investor cukup datang ke tiga PTSP di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota di Indonesia untuk memperoleh semua jenis perizinan.
Sebelumnya, dalam acara Indonesia Business Forum yang dihadiri 1.200 pengusaha Jepang, Presiden Jokowi memaparkan rencana pemerintah untuk membangun infrastruktur mengatasi persoalan konektivitas dan ketersediaan energi khususnya listrik.
Presiden juga memaparkan program kawasan industri yang akan dibangun pemerintah, khsusnya di Luar Jawa, termasuk Papua.