Ahad 22 Mar 2015 23:25 WIB

BMT Diminta Kembangkan Akad Musyarakah

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Baitul Mal wa Tamwil (BMT)
Foto: Republika/Aditya
Baitul Mal wa Tamwil (BMT)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Agar terus bisa mengembangkan sektor riil, Baitul Maal wa Tanwil (BMT) dengan badan hukum koperasi syariah dinilai perlu mengembangkan akad musyarakah.

Dalam bincang-bincang dengan media akhir pekan lalu, Deputi Bidang Kelembagaan dan UKM Kementerian Koperasi dan UKM  Setyo Heriyanto mengatakan BMT tak bisa bertumpu pada usaha dengan akad murabahah saja. Pengembang akad musyarakah digunakan untuk menangkap potensi pembiayaan sektor riil yang masih besar.

 

Akad musyarakah adalah akad kerjasama dimana para pemilik modal yang mencampurkan modal mereka untuk usaha yang halal dan menguntungkan. Modal bisa untuk membiayai satu usaha yang sudah berjalan maupun yang baru.

Selanjutnya mitra dapat mengembalikan modal tersebut berikut bagi hasil yang telah disepakati di awal secara bertahap atau sekaligus kepada BMT. Dengan adanya pembiayaan musyarakah, kata Setyo, konsep bagi hasil kedua belah pihak bisa berjalan dengan adil.

Setyo juga meminta BMT tetap memaksimalkan akad murabahah (jual beli) untuk sektor waralaba, perdagangan, dan properti. ''Ini yang belum berjalan di BMT, harus didorong terus,'' kata Setyo.

    

Pengembangan ekonomi syariah di mata masyarakat, lajut Setyo,  masih sebatas pengembangan lembaga keuangan. Selama kurun waktu sepuluh tahun terakhir, presentasi pertumbuhan aset lembaga keuangan syariah jauh melebihi pertumbuhan lembaga keuangan konvensional.

Sementara sektor riil syariah yang ada belum berkembang banyak. Padahal sektor industri riil syariah ini meliputi banyak hal mulai dari kuliner, perhotelan, wisata, kosmetik, obat-obatan dan lain-lain.

''Sebab, pemahaman ekonomi syariah di Indonesia sebatas lembaga keuangan. Sektor riil juga butuh didukung sektor keuangan,'' ungkap Setyo.

Industri halal misalnya, tentu harus diakomodir oleh lembaga keuangan syariah, baik dalam penghimpunan dana, jasa dan lintas pembayaran.

 

Pembiayaan lembaga keuangan syariah di Indonesia khususnya di perbankan syariah, 60-70 persennya menggunakan akad murabahah.

Di kesempatan terpisah, Deputi Direktur Pengawasan Perbankan Syariah OJK Iskandar mengatakan saat ini OJK sudah membuat kelompok kerja bersama Dewan Syariah Nasional untuk mendorong pengembangan akad.

Sehingga lembaga pembiayaan, baik bank maupun lembaga keuangan mikro seperti BMT, bisa melakukan inovasi produk pembiayaan dan jangkauan pelayanan pun bisa lebih luas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement