REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menolak wacana pengenaan bea meterai untuk transaksi belanja di supermarket atau ritailer untuk transaksi sebesar Rp 250.000 dan kelipatannya.
Anggota Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, wacana tersebut harus ditolak. Dia menilai kebijakan tersebut ngawur. Sebab, nantinya konsumen akan dikenakan pajak berganda atau double tax.
“Pasalnya, setiap kita belanja di supermarket dan atau ritailer sudah dikenakan PPN 10 persen. Kalau masih dikenakan meterai ini jelas double tax,” kata Tulus melalui siaran pers, Selasa (17/3).
Pemerintah diminta tidak menjalankan dua kebijakan sekaligus. Pemerintah diminta memilih salah satu, mengenakan meterai, atau PPN 10 persen.
“Pemerintah jangan rakus dan eksploitatif dengan rakyatnya,” ujarnya.
Sebelumnya, Ditjen Pajak menilai masih banyak masyarakat yang belum mengetahui terkait aturan pembayaran bea meterai sebesar Rp 3.000 untuk belanja yang nominalnya lebih dari Rp 250.000 dan meterai Rp 6.000 untuk nominal belanja di atas Rp 1.000.000. Selain itu, pelaku industri dinilai masih banyak yang belum melaksanakan kewajiban tersebut.
Pemungutan bea meterai tidak harus dilakukan melalui meterai fisik seperti yang biasa ditempelkan pada dokumen. Melainkan, bisa dilakukan lewat komputerisasi, misalnya dalam struk.