Kamis 12 Mar 2015 18:16 WIB

Pemerintah Dinilai Sudah Responsif

Rupiah Semakin Melemah: Teller melakukan transaksi dengan nasabah di Banking Hall Bank Mandiri, Jakarta, Rabu (11/3).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Rupiah Semakin Melemah: Teller melakukan transaksi dengan nasabah di Banking Hall Bank Mandiri, Jakarta, Rabu (11/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi XI DPR yang membidangi masalah keuangan dan perbankan, M Misbakhun, melihat adanya keseriusan pemerintah dalam mengatasi anjloknya kurs rupiah. Pemerintah cukup responsif sekalipun persoalan ini lebih karena faktor ekonomi global.

"Pemerintah serius mengurus ekonomi. Ini memang gejolak yang terjadi pada ekonomi global yang imbasnya harus juga dirasakan oleh Indonesia sebagai bagian dari perekonomian global tersebut," kata Misbakhun, dalam rilisnya, Kamis (12/3).

Depresiasi rupiah atas USD, menurut Politikus Partai Golkar ini, hal itu masih dalam batasan yang wajar dan normal. Maka itu dia tak sependapat bila ada pihak yang menyamakan kondisi penurunan nilai rupiah kali ini dengan krisis 1997-1998 lalu.

Dijelaskannya, pada 1997-1998, rupiah terdepresiasi hingga di atas Rp13.000 dari titik awalnya sekitar Rp2000-an perUSD. Sementara saat ini, angka Rp13.000 itu berawal dari Rp12.000-an di awal Pemerintahan beberapa bulan lalu. "Jadi perspektif ini harus dimengerti dan bisa dipahami sebelum berbicara soal gejolak sosial sebagai akibat kenaikan nilai USD," ujarnya.

Meski demikian, Misbakhun mengingatkan bahwa hal tersebut tidak boleh berlangsung dalam jangka waktu lama. Karenanya, Pemerintah dan lembaga-lembaga terkait memang harus segera mengambil sejumlah langkah. "Misalnya Bank Indonesia harus segera melakukan upaya yang optimal di pasar untuk melakukan stabilisasi nilai rupiah sehingga turun pada angka psikologis di bawah Rp13000 perUSD," kata Misbakhun.

Hal itu penting karena sebagian belanja modal dalam APBN-P 2015 yang digunakan dalam membangun infrastruktur, sebagian bahan bakunya diperoleh melalui impor. Kenaikan kurs USD terhadap rupiah pasti akan mempengaruhi harga satuan belanja modal.

Misbakhun juga menilai bahwa di dalam kondisi saat ini, para pengambil kebijakan di sektor keuangan perlu mempertimbangkan untuk melakukan pengaturan kembali rezim devisa bebas yang dianut Indonesia. Kebijakan baru diperlukan sehingga devisa yang masuk dalam sistem keuangan di Indonesia bisa tinggal lebih lama dan bisa berputar dalam sistem keuangan yang ada.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement