Kamis 12 Mar 2015 18:13 WIB

JK: Tim Pembebasan Lahan Pembangunan Listrik Harus Pro-Rakyat

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Petugas memeriksa tinggi debit air dari Kali Segara yang menuju ruang turbin Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTMH) Segara di Bendungan Air di Desa Bentek, Gondang, Lombok Utara, NTB, Senin (8/12).
Foto: Antara/Widodo S. Jusuf
Petugas memeriksa tinggi debit air dari Kali Segara yang menuju ruang turbin Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTMH) Segara di Bendungan Air di Desa Bentek, Gondang, Lombok Utara, NTB, Senin (8/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan kebutuhan listrik nasional semakin meningkat tiap tahunnya. Meningkatnya kebutuhan listrik ini seiring dengan pertumbuhan infrastruktur dan pertumbuhan penduduk.

Oleh karena itu, dalam tiga tahun, pemerintah harus menambah kapasitas listrik sebesar 10 ribu MW. Selain itu, cadangan listrik nasional pun disebutnya masih sangat kurang, yakni hanya 10 persen.

Pembangunan listrik ini disebutnya juga menemui kendala, seperti negosiasi penetapan harga patokan listrik IPP (Independent Power Plant). "Kalau ditanya negosiasi panjang sekali di sini. Untuk mau naik-turun 1 sen saja itu butuh 1 tahun, 2 tahun. Karena itu solusinya harga ditetapkan... Tadi saya bicara dengan direksi pokoknya kemukakan saja keluhannya, besok kita bikin peraturan diatasnya supaya aman," ucapnya.

Lebih lanjut, JK juga meminta agar dalam pembebasan lahan pembangunan listrik, tim pembebasan lahan lebih berpihak pada masyarakat. Sebab, pembebasan lahan biasanya membutuhkan waktu yang lama dan justru menjadi kendala dalam pembangunan. Hal ini pun, kata dia, tak akan memberikan kerugian dalam investasi proyek listrik.

"Pada lahan untuk investasi listrik itu tidak lebih dari pada setengah persen dari pada seluruh investasi. Jadi tak usah terlalu pelit kepada rakyat soal tanah," tambah dia. Seharusnya, menurut Kalla, panitia pembebasan lahan memberikan harga hingga 2-3 kali lipat di atas Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP).

Selain itu, menurut Kalla, komponen pembangkit listrik sebaiknya berasal dari industri dalam negeri. Sebab, saat ini pemerintah mengimpor hampir 90 persen komponen pembangkit listrik. Sehingga, pemerintah pun akan memberikan persyaratan dalam investasi listrik agar dapat membuat komponen pembangkit di Indonesia.

"Hampir semua 90 persen pembangkit kita impor. Sekarang kita mau kasih syarat juga bahwa setiap investasi listrik harus dapat sebagian dibikin komponennya di Indonesia. Kalau tidak maka kita konsumen listrik disamping konsumen industri listrik. Karena itulah maka pemerintah akan punya kebijakan seperti itu. Tapi tentu dengan kualitas tepat," jelas Wapres.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement