Kamis 12 Mar 2015 11:48 WIB

DPR Harap Infrastruktur dan Tol Laut Bersinergi

Tol Laut. ilustrasi
Tol Laut. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Ketua Komisi V DPR RI Farry Djemi Francis berharap pembangunan infrastruktur pelabuhan dan jalan dilakukan secara terpadu agar terjadi sinergi dengan konsep tol laut yang digagas Presiden Joko Widodo.

"Pembangunan yang akan menyinergikan dua kementerian masing-masing Kementerian Perhubungan serta Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat itu bisa menyelaraskan konsep tol laut yang diusung Presiden Joko Widodo," katanya di Kupang, Kamis (12/3).

Menurutnya, konsep ini menekankan pada konektivitas antarpulau sehingga arus barang dan penumpang mulai dari Sumatera sampai Papua dan Sangihe Talaud sampai Rote tidak terhambat.

Politisi Gerindra itu mengatakan, azas keterpaduan tersebut juga mengantisipasi dermaga atau pelabuhan yang dibangun tidak dihubungkan dengan jalan raya, sehingga ada ketersambungan akses. Kendati demikian, lanjut dia, selalu muncul sejumlah persoalan terkait status jalan yang terhubung ke pelabuhan tersebut. Sehingga diharapkan nantinya pembangunan pelabuhan akan diikuti pula pembangunan jalan.

Dia menjelaskan, tahun ini tersedia dana untuk membiayai peningkatan infrastruktur, namun harus dalam bingkai konektivitas. Adapun program pembangunan kementerian yang di bawah Komisi V DPR cocok dengan kondisi di Provinsi Nusa Tenggara Timur yaitu pembangunan ketahanan pangan, perbatasan antarnegara, dan infrastruktur wilayah.

Wakil rakayat asal Nusa Tenggara Timur itu mengakui, pembangunan pelabuhan di daerah dan negara ini masih tertinggal jauh dari negara lain di Asia. Ini terlihat dari kondisi panjang garis pantai Indonesia sekitar 95.000 kilometer, namun baru ditemukan satu pelabuhan dalam radius antara 3.000-3.500 kilometer.

Berbeda dengan kondisi di Jepang, jarak antarpelabuhan hanya 15 kilometer dan di Thailand, jarak satu pelabuhan dengan lainnya hanya terpaut 50 kilometer.

Persoalan lainnya, kata dia, terkait bongkar muat di pelabuhan yang perlu dibenahi. Di Nusa Tenggara Barat misalnya aktivitas bongkar muat mencapai 10 hari, dan di NTT rata-rata mencapai tujuh hari.

Di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, tambahnya, kegiatan bongkar seharusnya hanya dua hari sama persis di Singapura, namun kenyataannya berlangsung selama empat hari karena tersita pengurusan administrasi yang ternyata membutuhkan waktu sampai dua hari.

"Semua kondisi itu diharapkan secara perlahan bisa diubah untuk penyesuaian efisiensi waktu yang ada," kata Farry.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement