REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jika selama ini Baitul Maal wa Tamwil (BMT) diidentikkan dengan pembiayaan mikro untuk para pedagang, beberapa BMT mulai terlibat dalam program dengan dampak manfaat lebih besar.
Satu di antaranya, BMT Beringharjo yang memiliki program pembiayaan sektor pangan Bering Integrated Farm. BMT yang bermula di Kota Gudeg ini menilai sektor pertanian penting diperhatikan pembiayaannya.
Sebab di sektor pertanian 57 persen pelakunya mencari pembiayaan ke rentenir dan 100 persen tidak bisa bersentuhan dengan bank karena dinilai berisiko tinggi.
General Manager BMT Beringharjo Yogyakarta Rury Fabrianto mengungkapkan, saat BMT masuk ke pembiayaan pertanian dan perikanan, layanan harian membuat BMT tahu perkembangan tanaman atau hewan petani dan peternak.
Fokus BMT Beringharjo bukan hanya pada pembiyaan, tapi juga pembinaan. Karena pertanian masyarakat masih tradisional, jalan untuk meningkatkannya dengan intensifikasi atau integrated farming.
Rury mencontohkan petani padi. Setelah panen ada masa menunggu yang bisa dimanfaatkan untuk menanam tanaman lain atau saat menanam padi di sela-selanya diberi pupuk kotoran hewan ternak. Atau kebun jati yang antar pohonnya bisa ditanami jahe, atau lahan kosong untuk lele.
''Jadi dipikirkan bukan hanya keuntungan BMT, tapi juga multi manfaat bagi masyarakat,'' ungkap Rury usai seminar nasional pemberdayaan umat dengan pembiayaan mikro di Kampus Gunadarma, Senin (9/3).
Dengan program ini, yang berkembang diharapkan tidak cuma pertanian dan perkebunan, tapi juga sektor pangan lain yang ikut dididik dan dibina.
Tentang mekanisme pengembalian pembiayaan, Rury menyebut penarikan cicilan pembiayaan dilakukan tiap hari. Saat itu tidak mencukupi, mereka bisa menutupi dari hasil bulanan.
Dengan pola pertanian terintegrasi, peternak tidak hanya mengandalkan hasil daging dari, tapi juga telur dari ayam atau bebek.
Sehingga, mereka memiliki pendapatan harian dari telur, pendapatan bulanan dari daging dan tahunan dari sawah. Pemasarannya pun dicarikan distributor atau pembelinya.
Perluasan peran juga dilakukan BMT Fastabiq, Pati Jawa Tengah. BMT Fastabiq ikut membiayai pembangunan sebuah rumah sakit yang rencananya mulai beroperasi pada 22 Maret 2015 mendatang.
Direktur SDI dan Maal BMT Fastabiq Pati, Jawa Tengah, Agus Jamaluddin mengungkapkan, niat pembangunan rumah sakit bermula dari riset BMT Fastabiq dimana setiap tahun RS di Pati kekurangan ratusan tempat tidur untuk pasien. Mereka juga makin bersemangat berkontribusi untuk masyarakat setelah RS swasta besar yang ada di sana dibangun non Muslim.
Secara kelembagaan, RS ini merupakan 'perkawinan' kerja sama antar BMT Fastabiq dengan Muhammadiyah, berdirilah Fastabiq Sehat PKU Muhammadiyah.
Tanpa menyebut angka, Agus mengaku pembiayaan untuk rumah sakit enam lantai ini cukup besar. Di awal, mereka tidak memperkirakan pembiayaan terbesar ternyata pada investasi peralatan.
Sumber dana beragam, baik dari wakaf, infak dan pembiayaan BMT dengan pengembalian setelah RS beroperasi. Persentasi pembiayaan dari BMT sekitar 70 persen.
Dengan 140 tempat tidur, RS ini memenuhi tipe C. Namun dengan pertimbangan jumlah SDM, RS akan beroperasi sebagai tipe D.
Diakui Agus, tarif RS kompetitif. Khusus dhuafa yang belum terlayani Jamkesmas dan ada tempat di Fastabiq, akan ditanggung oleh Baitul Maal.