REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Revitalisasi industri minyak dan gas (migas) di Tanah Air harus dilakukan. Pembentukan perusahaan holding migas menjadi penting untuk mewujudkan industri migas yang lebih baik.
Kepala Koordinator Gas Industri Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Achmad Widjaya mengatakan dengan menggabungkan industri migas dalam satu payung holding di bawah Pertamina maka jalan perbaikan bisa dilakukan. Efisiensi, korupsi, dan peningkatan produksi minyak mentah yang terus-menerus turun, kata dia, akan dapat ditata kembali.
Pertamina dengan pengalaman SDMnya, jelas Achmad, layak untuk dijadikan holding perusahaan migas. "Semua perusahaan migas maupun regulator seperti SKK Migas sebaiknya dilebur dan masuk ke dalam BUMN Pertamina," kata Achmad dalam siaran pers dari Forum Kajian Energi dan Mineral Indonesia (Forkei), Selasa (10/3).
Sebelum ada SKK Migas, sambung Achmad, Pertamina memiliki BPPKA (Badan Pengelola Pelaksana Kontraktor Asing). Masuknya SKK Migas ke dalam Pertamina, ia menjelaskan, akan menghindarkan pengelolaan migas yang tumpang tindih. Sebenarnya, bisa saja SKK Migas menjadi lembaga independen seperti OJK. Hanya saja, menjadi bagian Pertamina itu malah lebih baik lagi.
Pengamat migas Marwan Batubara berpendapat produksi minyak mentah Indonesia yang saat ini terus mengalami degradasi membutuhkan efisiensi pengelolaan sumber daya alam yang tidak terbarukan ini. Apalagi, memasuki 2020 mendatang, lifting minyak Indonesia hanya tinggal 500 ribu barel per hari (bph).
Dengan jumlah produksi siap jual hanya sebesar 500 ribu barel, Marwan menyatakan Indonesia tidak lagi membutuhkan banyak pengelola migas. "Cukup menjadikan Pertamina selaku holding, lalu SKK Migas masuk ke dalam strukturnya, maka efisiensi berjalan, fokus pengelolaan migas akan semakin baik,’’ kata Marwan.
Malaysia dan Thailand bisa menjadi contoh mengelolaan bisnis migas yang menguntungkan negara dan bangsa. Industri migas di Thailand dan Malaysia berada dalam satu payung holding. Petronas sendiri mendapatkan hal itu dan mereka tidak mempermasalahkan soal pemisahan regulator dan player.
Terkait karyawan SKK Migas, Marwan mengungkapkan tenaga-tenaga terampil ini bisa masuk ke dalam struktur Pertamina. SKK Migas dapat diberi porsi mengurus kontraktor asing, sementara pada tataran kebjakan dan pengendalian diserahkan kembali kepada Kementerian ESDM.