Selasa 03 Mar 2015 14:13 WIB

Faktor Eksternal Masih Dianggap Penyebab Rupiah Anjlok

Rep: C15/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Dollar Naik, Rupiah Turun: Petugas menghitung uang pecahan 100 Dollar dan uang pecahan Rp. 100 ribu di salah satu tempat penukaran uang, Jakarta, Kamis (12/2).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Dollar Naik, Rupiah Turun: Petugas menghitung uang pecahan 100 Dollar dan uang pecahan Rp. 100 ribu di salah satu tempat penukaran uang, Jakarta, Kamis (12/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Ekonomi Universitas Indonesia, Muslimin Anwar menilai anjloknya nilai rupiah dipengaruhi oleh faktor eksternal. Menguatnya pertumbuhan ekonomi Amerika menggeser nilai tukar rupiah.

"Anjloknya mata uang dibandingkan dolar AS terjadi secara global, semua negara mengalaminya, apalagi kondisi saat ini Amerika sedang menguasai pasar. Eropa dan Jepang pertumbuhan ekonominya sedang datar," ujar Muslimin saat dihubungi Republika, Selasa (3/3).

Muslimin menambahkan, pertumbuhan ekonomi Amerika yang melesat ini mendorong The Fed merealisasikan kebijakan normalisasi yang rencananya akan ditempuh tengah tahun 2015 ini. Selain kebijakan normalisasi, faktor eksternal kedua menurut Muslimin adalah adanya program containing coding yang dilakukan oleh Euro.

Langkah ini diambil Eropa untuk melebarkan sayap investasi ekonominya. Eropa akan menggelontorkan dananya ke negara yang dianggapnya mempunyai fundamental ekonomi yang bagus.

"Kondisi seperti ini akhirnya menyebabkan pergeseran investasi. Orang akan memilih berinvestasi ke negara yang sudah leading dan maju," tambah Muslimin.

Selain itu, menurut Muslimin ada pengaruh dari kurs faktor. Kurs faktor menyebabkan para pelaku ekonomi mencoba mendevisiasi mata uangnya agar bisa meningkatkan daya saing. Penguatan US Dolar akhirnya mengakibatkan pelemahan ke negara berkembang.

Nilai tukar rupiah terhadap dolar amerika pada Selasa, (3/3) menduduki angka Rp 12.928 per dolar AS. Nilai tukar rupiah saat ini dinilai menjadi nilai terendah selama kurun waktu 17 Tahun. Mendekati angka Rp 13 ribu pemerintah dituntut untuk melakukan intervensi agar perekonomian menjadi stabil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement