Jumat 20 Feb 2015 20:00 WIB

Saatnya Syariah Menguatkan Sektor Riil

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Dwi Murdaningsih
Penyedia jasa melayani penumpang di pangkalan Ojek Syariah, Jalan KH Abdullah Syafi'ie, Tebet Barat, Jakarta.
Foto: dok Republika
Penyedia jasa melayani penumpang di pangkalan Ojek Syariah, Jalan KH Abdullah Syafi'ie, Tebet Barat, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bicara ekonomi syariah dalam 20 tahunan ini, yang muncul pertama biasanya sektor keuangan syariah, terutama perbankan syariah. Biar bagaimanapun, ekonomi syariah tak bisa meninggalkan sektor ril.

Ketua Umum Masyarakat Ekonomo Syariah (MES) Muliaman D Haddad menangkap adanya keinginan umat untuk meningkatkan partisipasi dalam ekonomi nasional. Keuangan syariah tidak bisa menginggalkan sektor ril.

Sebab, kata Muliaman, saat uang lebih banyak dari barang, muncul bubble sehingga uang makin berkurang nilainya. Pariwisata syariah, dinilai MES bisa membantu keuangan dan sektor ril secara bersamaan.

Saat ada gejolak ekonomi, yang paling dulu terkena imbas adalah keuangan, terutama perbankan. ''Pariwisata syariah jelas underwrite-nya. Lagi pula ekonomi syariah tidak menjadikan uang sebagai komoditas,'' ungkap Muliaman membuka Rapat Kerja Pengurus Pusat MES, Selasa (18/2).

Jika Jepang dan Thailand serius mengembangkan produk halal, maka dengan sumber daya yang besar, Indonesia bisa menggerakkan sektor ril. Tapi, kata Muliaman, bukan pula keuangan syariah jadi tak penting.

Ketua Dewan Pakar MES  Sugiharto mengatakan dewan pembina dan dewan pakar akan melakukan rapat khusus mengenai strategi Indonesia menjadi pusat wisata halal dunia. Apalagi Pemerintah Joko Widodo pun mengarahkan ke sana dengan menargetkan peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara dari 7,7 juta pada 2014 menjadi 20 juta wisatawan dalam lima tahun mendatang. 

Prospek pariwisata syariah sangat luar biasa baik di dalam maupun luar negeri. Sektor ini membawa efek ikutan besar untuk agen perjalanan, restoran, destinasi wisata dan banyak lainnya.

Dari 1,6 juta jiwa Muslim di 57 negara produk domestik bruto (GDP) gabungannya mencapai 6,7 triliun dolar AS dan umat Islam menghabiskan 3,7 triliun dolar AS untuk konsumsi produk halal.

MES, kata Sugiharto, harus jadi salah satu pemicu gerakkan pariwisata halal, mumpung pemerintah mendukung. Di sisi lain, pariwisata sudah jadi gaya hidup dan pariwisata halal pun sifatnya inklusif.

Komite 21, 22, 23 dan 24 mengusulkan beberapa program untuk mengembangkan pariwisata syariah. Kegiatan-kegiatan terkait pariwisata syariah yang akan digelar di Indonesia pada 2015 seperti World Islamic Travel Mart (WITM) bisa dijadikan arena menjual produk wisata syariah nasional dan tidak sekadar sosialisasi saja.

Misalnya, festival ekonomi kreatif syariah yang dapat memunculkan paradigma maslahah dalam pariwisata syariah dalam film, kuliner, musik, gaya busana, dan lain-lain dengan tetap menyenangkan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement