REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –- Perbankan mengkhawatirkan likuiditas semakin bekurang terkait aturan Dirjen Pajak Nomor PER-01/PJ/2015 yang dikeluarkan 26 Januari 2015. Perbankan meminta aturan yang bakal diberlakukan 1 Maret 2015 tersebut ditunda untuk sementara waktu.
Corporate Secretary Bank Mandiri Rohan Hafas mengatakan aturan tersebut akan memiliki dampak psikologis bagi perbankan yakni kekhawatiran deposan merasa tidak nyaman menyimpan dana di banka dalam negeri. Akibatnya, deposan bisa menarik dana sewaktu-waktu dan memindahkan uangnya ke luar negeri.
“Perbankan nasional akan kekurangan likuiditas di market kalau dananya ditarik dan dipindah ke luar negeri, karena mereka merasa tidak secure informasinya,” jelas Rohan saat dihubungi Republika, Kamis (19/2).
Menurutnya, yang dikhawatirkan deposan nantinya adalah data mereka akana bocor kemana-mana. Meskipun terdapat aturan kerahasiaan bank dalam Undang-Undang Perbankan, dikhawatirkan penerapan aturan tersebut melanggar UU Perbankan.
Jika aturan tersebut tetap diterapkan 1 Maret 2015, lanjutnya, maka akan lebih banyak dampak negative bagi perbankan nasional. Sebab, pengusaan dana di perbankan dimiliki oleh 20 persen nasabah besar yang mengusai sebanyak 80 persen dari total dana perbankan. Diprediksi, nasabah yang menyimpan dana dalam jumlah besar tersebut yang akan menarik dana dari perbankan. Jika hal tersebut dilakukan, kata Rohan, maka dampaknya terhadap likuiditas akan cukup signifikan.
“Jadi kami merasa terlalu terburu-buru untuk diterapkan saat ini, agar lebih ditelaah lagi tingkat pengamanan kerahasiaannya,” imbuh Rohan.
Meski demikian, Rohan menilai sebenarnya tujuan aturan tersebut cukup baik agar wajib pajak lebih riil dalam membayar pajaknya. Namun,dia meminta aturan tersebut dikaji ulang dengan mempertimbangkan mekanisme keamanan dan jaminan kenyamanan bagi nasabah.
Dalam aturan Dirjen Pajak Nomor PER-01/PJ/2015 tersebut menyebutkan kewajiban perbankan menyerahkan data bukti potongan surat pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) deposito dan tabungan nasabahnya secara rinci. Padahal selama ini, perbankan memberikan data bukti potong PPh deposito dan tabungan tanpa menyertakan bukti potong setiap nasabah. Akibatnya, dengan formulir yang lebih rinci, petugas pajak bisa mengetahui jumlah deposan.