Senin 16 Feb 2015 19:18 WIB

Subsidi tak Naik, Pengusaha Bisa Stop Penjualan Elpiji Melon

Rep: Aldian Wahyu Ramadhan/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pekerja memindahkan tabung gas elpiji 3 kg ke dalam gudang di Cipinang, Jakarta Timur.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Pekerja memindahkan tabung gas elpiji 3 kg ke dalam gudang di Cipinang, Jakarta Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) menilai, apabila biaya pengisian dan transportasi elpiji 3 kg tidak disesuaikan pengusaha akan merugi. Efeknya, penjualan elpiji 3 kg bisa distop. Ujungnya, konsumen akan kesulitan menemui penjual elpiji 3 kg.

Ketua DPP Hiswana Migas Ismeth mengatakan, kondisi stasiun pengisian dan pengangkutan bulk elpiji (SPPBE) 3 kg mengalami kesulitan. ''Biaya operasi seperti upah karyawan, pemeliharaan peralatan produksi, suku cadang kendaraan skid tank, dan lain-lain terus meningkat setiap tahun,'' kata dia, Senin (16/2) sore.

Menurut Ismeth, biaya operasi terus meningkat sementara biaya pengisian dan transportasi skid tank tidak pernah naik sejak konversi minyak tanah ke elpiji 3 kg dijalankan pada 2007. Dia menilai, apabila biaya pengisian dan biaya transportasi tidak disesuaikan dikhawatirkan pelayanan penjualan elpiji 3 kg akan terganggu. Bahkan, tidak menutup kemungkinan stop beroperasi.

Ismet menuturkan, solusinya, pemerintah harus menambah nilai subsidi elpiji 3 kg. Pasalnya, apabila plafon subsidi terbatas jalan keluar lain yang bisa diambil adalah menaikkan harga jual elpiji 3 kg. Harga elpiji tersebut juga belum pernaih dinaikkan sejak 2004.

Hal tersebut, lanjut dia, akan memberikan ruang bagi Pertamina untuk menyesuaikan biaya pengisian dan biaya transportasi SPPBE agar Hiswana Migas dapat melayani masyarakat dengan baik. Selain itu, hal tersebut juga bisa mengurangi migrasi konsumen elpiji 12 kg ke elpiji 3 kg. Alasannya, disparitas harga semakin mengecil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement