REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Uni Emirat Arab (UEA) mulai memberlakukan standar halal untuk produk impor global yang masuk ke sana. Program ini diharapkan bisa menjadi penanda berkualitasnya makanan halal. Produk dari Australia dan Selandia Baru akan jadi yang pertama diminta menyesuaikan aturan baru ini.
Paparan ini sampaikan oleh Otoritas Emirat untuk Standardisasi dan Metrologi (Esma) dalam forum Gulfood awal pekan ini. Ini adalah program lanjutan setelah tiga tahun proses pengembangan industri halal di Dubai yang sekaligus jadi bagian upaya UEA menjadi pusat ekonomi syariah dunia.
Proses sertifikasi halal baru ini akan diberlakukan penuh mulai dari peternakan, proses pemotongan hewan, bahan-bahan makanan hingga penggunaan zat aditif. Standar yang digunakan didasarkan pada standar Organisasi Kerja sama Islam (OIC).
Dalam dua tahun ditargetkan semua produk impor sudah memiliki sertifikat halal sebagai syarat untuk bisa masuk ke UEA.
Datamonitor memprediksi sekitar seperlima produk makanan global adalah makanan halal. Global Futures and Foresights menaksir nilai industri ini akan mencapai 10 triliun dolar AS pada 2030.
Sementra Economist Intelligence Unit memprediksi impor makanan halal yang masuk Kawasan Teluk akan mencapai 53,1 triliun dolar AS pada 2020.
''Lebih dari 85 persen produk makanan yang UEA impor berasal dari negara non Muslim,'' kata Menteri Lingkungan Hidup dan Perairan yang juga Kepala Esma, Dr Rashid bin Fahad, seperti dikutip Zawiya, awal pekan ini.
Rashid mengatakan UEA membutuhkan standar transparansi dan keamanan bagi konsumen produk halal. Implementasi program ini dinilai Rashid tidak akan mengganggu aliran produk pangan.
''Akan ada perubahan nyata saat Australia dan Selandia Baru jadi negara pertama yang masuk dalam sistem ini. Mereka akan jadi contoh,'' kata Rashid.
Meat and Livestock Australia mencatat, Arab Saudi dan Dubai merupakan pasar terbesar ke empat dan ke lima untuk ekspor produk domba dan biri-biri dari Australia di kuartal dua 2014 lalu. Australia berharap permintaan dari Timur Tengah bisa meningkat pada 2015.
''Bersama Selandia Baru, kami senang bisa jadi eksportir pertama yang dilibatkan dalam program ini,'' kata manajer regional Meat and Livestock Australia, David Beatty.