REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Selasa (10/2) pagi bergerak menguat sebesar 22 poin menjadi Rp12.630 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp12.652 per dolar AS.
Kepala Riset Woori Korindo Securities Indonesia, Reza Priyambada, mengatakan bahwa nilai tukar rupiah bergerak stabil dengan kecenderungan menguat terhadap dolar AS menyusul masih adanya aliran dana asing yang masuk ke pasar keuangan Indonesia.
Kendati demikian, menurut Reza, laju mata uang rupiah dibayangi sentimen eksternal terkait beredarnya rancangan atau draft pertemuan G-20 yang meminta kepada kepala negara dan kepala pemerintahan untuk menjalankan kebijakan moneter yang akomodatif, situasi itu dipersepsikan masih adanya perlambatan ekonomi global.
"Dengan masih adanya potensi perlambatan perekonomian global itu, pelaku pasar diproyeksikan kembali mentransaksikan mata uang 'hard currency', yakni dolar AS. Dengan munculnya sentimen negatif itu, waspadai potensi pelemahan nilai tukar domestik," ujar Reza, Selasa (10/2).
Di sisi lain, lanjut Reza, harga obligasi Yunani yang tertekan secara tidak langsung berimbas pada laju mata uang euro yang juga dapat mempengaruhi laju mata uang negara-negara berkembang, salah satunya rupiah.
Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra menambahkan bahwa pelaku pasar masih dibayangi kekhawatiran Yunani terkait masalah dana talangannya. Kekhawatiran itu dapat mendorong pelaku pasar keuangan keluar dari instrumen yang beresiko dan mencari instrumen yang aman.
Di sisi lain, lanjut Ariston, pasar juga sedang mewaspadai data inflasi Tiongkok bulan Januari yang hasilnya di bawah ekspektasi pasar. Penurunan inflasi di Tiongkok itu dikhawatirkan mengarah pada deflasi yang berarti perlambatan ekonomi.