REPUBLIKA.CO.ID, JAYAPURA - Pemerintah Provinsi Papua mengaku merasa tidak dilibatkan dalam evaluasi PT Freeport Indonesia, khususnya dalam keputusan perpanjangan MoU hingga 6 bulan ke depan. Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Papua Bangun Manurung menyatakan bahwa selama ini evaluasi hanya sebatas pemerintah pusat.
"Yang dievaluasi adalah komitmen dan kemajuan persiapan PT Freeport untuk bangun smelter. Concern kami adalah bahwa smelter itu harus dibangun di Papua," jelas Bangun kepada Republika, Senin (26/1).
Perihal perpanjangan MoU ini, Bangun belum bisa memberikan komentar apakah hal ini memberikan dampak negatif atau positif bagi Papua, karena memang pihaknya tidak dilibatkan dalam penandatanganan MoU.
Di samping itu, Bangun juga menyatakan bahwa berdasarkan pertemuan terakhir yang dia hadiri bersama dengan Menteri ESDM dengan Wamenkeu dan Ketua BKPM pembangunan smelter di Gresik harus dibarengi dengan komitmen Papua untuk bangun smelter di Papua.
"Silahkan Freeport kembangkan smelter di Gresik asal tetap wajib bangun smelter di Papua. Jadi dengan perpanjangan ini semata-mata itu evaluasi dari kacamata pemerintah pusat," ujar Bangun.
Bangun mengatakan, Gubernur Papua sendiri sudah kerap kali menyerukan bahwa pembangunan smelter haruslah melibatkan rakyat Papua. Dalam hal ini diwakili oleh pemerintah maupun stakeholder dalam pertambangan tembaga di Timika.