Ahad 25 Jan 2015 12:07 WIB

Ingin Hemat Energi? Pilih Produk dengan Label Bintang

Rep: C78/ Red: Indira Rezkisari
Lampu light emiting diode (LED).
Foto: Republika/Darmawan
Lampu light emiting diode (LED).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) terus mendorong gerakan masyarakat agar menerapkan gaya hidup hemat energi. Salah satunya dengan memilih lampu hemat energi berlabel bintang. “Semakin banyak tanda bintangnya, berarti semakin hemat energilah lampu yang digunakan,” kata Dirjen EBTKE Rida Mulyana belum lama ini.

Tak sebatas imbauan, ia juga akan memperluas sistem pelabelan tersebut bukan hanya untuk lampu, tapi juga untuk peralatan rumah tangga lainnya seperti AC dan lemari es. Bahkan, Dirjen telah bekerja sama dengan lembaga kebijakan pengadaan barang dan jasa pemerintah (LKPP) dalam menyusun regulasi agar pengadaan barang perkantoran pemerintah harus menggunakan barang berlabel hemat energi.

Direktur Konservasi Energi Direktorat Jenderal Energi Baru dan Terbarukan dan konservasi energi (EBTKE) Maritje Hutapea menerangkan, pembubuhan label hemat energi pada lampu merupakan amanat peraturan menteri (permen) ESDM No 18/2014 tentang pembubuhan label tanda hemat energi untuk lampu swabalast.

Sebelum diberi izin pelabelan, lanjut dia, produsen lampu harus membawa produknya ke laboratorium uji untuk mendapatkan nilai efikasi lampu tersebut. Jika nilai efikasi sudah disesuaikan dengan standar, maka Ditjen EBTKE akan memberi izin pelabelan sekaligus pemasaran lampu. “Kami juga terus melakukan pegnawasan untuk mengontrol kualitas dan nilai efikasi setiap produk,” tuturnya. Jika kualitasnya menurun, maka akan ditarik dari pasaran.

Menurutnya, adanya pemberian subsidi listrik oleh pemerintah tidak diimbangi dengan masyarakat Indonesia yang pada kenyataannya belum terlalu peduli dengan penghematan energi. Padahal, pertumbuhan kebutuhan listrik Indonesia rata-rata sembilan persen per tahun. dari situasi tersebut, jika tidak diiringi dengan upaya penghematan maka akan terjadi kelangkaan listrik.

Berdasarkan kajian Ditjen EBTKE, biaya untuk memproduksi 1 kwh jauh lebih mahal dari pada menghemat 1 kwh listrik. Ia pun merekomendasikan lampu light emiting diode (LED) dalam rangka menghemat energi listrik.

“Jika dibandingkan dengan lampu generasi sebelumnya yaitu lampu fluorescent (CFL) jauh lebih hemat energi dan lebih tahan lama meskipun harganya mahal,” tuturnya. dijelaskannya, lampu CFL delapan watt jika diganti dengan lampu LED 4 watt ternyata bisa menghemat energi hingga 45 mega watt. Harga yang mahal seharusnya tidak jadi soal karena akan berdampak pada efisiensi apalagi dilakukan secara kolektif.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement