REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Asosiasi Budidaya Ikan Laut Indonesia (ABILINDO) beranggapan bahwa Peraturan Menteri KKP tentang pembatasan ekspor ikan kerapu telah mematikan industri ikan kerapu dalam negeri. Sekjen Abilindo Wayan Sudja menyatakan, Permen no. 58 tahun 2014 telah membuat 100 ribu KK menderita kerugian besar dan para pengusaha ikan kerapu terancam bangkrut.
Permasalahan yang dihadapi oleh industri perikanan kerapu, Wayan menjelaskan, mulanya adalah kendala ekspor akibat adanya pelarangan kapal buyers memasuki perairan Indonesia sejak Desember 2014. Dengan demikian, lokasi-lokasi produksi ikan kerapu yang tersebar mulai dari Maluku, Sulawesi, Nusa Tenggara, Bali, hingga Sumatera tidak memungkinkan sentralisasi pintu ekspor. "Sedangkan ekspor ke buyers dengan pengiriman via udara berbiaya terlalu tinggi," jelas Wayan.
Akibat berlakunya Permen ini, Wayan menambahkan, mengakibatkan banyak produksi kerapu yang ada tidak dapat dipasarkan. Selain itu, produksi yang terhambat juga mengancam peningkatan potensi pengangguran. "Dan negara juga akan menderita kerugian besar karena kehilangan sebagian devisa dan retribusi ekspor," lanjutnya.
Wayan juga mengingatkan, apabila larangan tetap diteruskan maka buyers akan beralih ke negara pengeskpor lainnya, seperti Malaysia, Filipina, dan Vietnam. Padahal perlu diketahui bahwa Indonesia adalah pemasok bibit ke negara-negara ini. Belum lagi, lanjut Wayan, dalam waktu dekat pasokan ikan kerapu dunia akan direbut oleh negara-negara tadi.
Sementara itu, Ketua Komisi IV DPR RI Edi Prabowo menegaskan akan mengajukan UU Perlindungan Nelayan.
Anggota Komisi IV DPR Titiek Soeharto juga menyatakan keprihatinannya akan Permen yang dibuat oleh Menteri Susi yang dinilai melemahkan industri perikanan. Titiek menilai, harus ada koordinasi antara KKP dengan stakeholder mengenai peraturan yang akan dibuat. "Sudah seharusnya kementerian adalah kepanjangan tangan bagi pemerintah,"
katanya.