REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi industri substitusi impor sektor petrokimia mengalami penurunan. Total realisasi investasi penanam modal dalam negeri (PMDN) dan penanam modal asing (PMA) periode 2010 sampai kuartal III 2014 mencapai Rp 83,7 triliun.
Realisasi tersebut terdiri atas PMDN sebesar Rp 23,2 triliun atau 28 persen, dan PMA sebesar 2,8 miliar dolar AS atau 72 persen. Kepala BKPM Franky Sibarani mengatakan neraca perdagangan Indonesia di kelompok sektor petrokimia mengalami defisit pada periode 2009-2013. Realisasi PMDN 2014 sampai dengan Kuartal III sebesar Rp 6,7 triliun, jauh lebih kecil dibandingkan 2013 yang mencapai Rp 7,4 triliun.
“Sementara itu, realisasi PMa sebesar 925 juta dolar AS, sedikit menurun dari tahun sebelumnya yang mencapai 1,7 miliar dolar AS,” jelas Franky dalam konferensi pers di kantor BKPM, Jakarta, Selasa (13/1).
Franky menambahkan, dalam periode 2010-2014 (Q3), jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor petrokimia mencapai lebih dari 199 ribu orang. Sekitar 57 persen tenaga kerja terserap oleh PMA. Sementara, dari segi lokasi investasi pada periode 2010-2014 (Q3), 65 persen total nilai PMDN dan PMA di sector industri petrokimia berlokasi di luar Jawa, dan 35 persen berada di Jawa.
Franky optimistis peluang realisasi investasi di sector industri petrokimia ke depan sangat besar. Sektor tersebut juga perlu didorong karena proyek PMDN dan PMA yang telah memperoleh izin prinsip (pipeline project) dalam periode 2010-2014 (Q3) nilainya mencapai Rp 119,7 triliun untuk PMDN sedangkan PMA sebesar 12,4 miliar dolar AS. “Namun, patut dicermati adanya penurunan minat investasi di tahun 2014, baik PMDN maupun PMA,” ujarnya.
Lima negara investor terbesar di kelompok sektor industri petrokimia dalam periode 2010-2014 (Q3) yakni Australia, Jepang, Singapura, Kepulauan Britania Raya, dan Yordania.