REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengebut penerbitan amandemen kontrak pemerintah dengan PT Freeport. Ditargetkan, sebelum 24 Januari amandemen kontrak tersebut telah ditanda tangani.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, R Sukhyar, mengatakan komponen utama amandemen kontrak PT Freeport meliputi tujuh isu. Yakni luas wilayah, kelanjutan operasi atau perpanjangan operasi, pengolahan pemurnian atau smelter, penerimaan Negara, investasi, penggunaan lobal content produksi dalam negeri, serta pembenahan manajemen PT Freeport.
Menurutnya, dari ketujuh isu tersebut harus memiliki manfaat yang lebih besar kepada Negara dibandingkan dengan kontrak sebelumnya. Diharapkan ada peningkatan pendapatan Negara dari sisi royalti, investasi, penggunaan barang dan jasa dalam negeri, dan pembangunan fasilitas smelter.
“Manfaatnya harus lebih besar dari aspek ekonomi. Selisihnya ada Rp 2 triliun manfaat yang lebih besar, dari semua komponen terutama dari royalty,” jelas Sukhyar, saat dihubungi Republika, Kamis (8/1).
Menurutnya, manfaat ekonomi yang cukup besar dari royalti dan investasi, secara tidak langsung berefek ganda terhadap penggunaan barang dan jasa dalam negeri. Di samping penggunaan wilayah yang dikembalikan bias dipakai untuk kegiatan jasa lainnya. Sementara dari pembangunan smelter industri dalam negeri butuh tenaga dan pasokan barang dan jasa.
Izin kontrak PT Freeport berakhir pada 2021, dan bisa diperpanjang dua tahun sebelum kontrak habis. Namun pemerintah punya MoU dengan PT Freeport tentang kesepakatan enam isu yang diteken enam bulan sebelumnya yang jatuh tempo 24 Januari 2014. Sebelum tanggal tersebut amandemen kontrak Freeport harus ditanda tangani.
“Kalau pun dalam keadaan tertentu belum bias diteken, akan ada kesepakatan baru PT Freeport dengan pemerintah, yang penting amandemen harus diselesaikan karena amanat undnag-undang,” jelasnya.