Kamis 01 Jan 2015 14:29 WIB

BBM Turun, Tantangan Inflasi Justru Makin Kompleks

Rep: Dwi Murdaningsih/ Red: Bayu Hermawan
Tahun 2015 Premium Tidak Bersubsidi: Petugas mengisi bahan bakar minyak (BBM) jenis premium di SPBU, Jakarta, Jumat (19/12).
Foto: Republika/Yasin Habibi
Tahun 2015 Premium Tidak Bersubsidi: Petugas mengisi bahan bakar minyak (BBM) jenis premium di SPBU, Jakarta, Jumat (19/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mulai 1 Januari 2015, harga premium diputuskan Rp 7600 per liter, turun dari harga sebelumnya Rp 8500. Ekonom menilai pengendalian inflasi diprediksi akan menjadi lebih sulit ketika pemerintah mencabut subsidi BBM premium.

Ekonom dari Institute for Development of Economic and Finance (INDEF), Eko Listiyanto mengatakan membiarkan harga premium sesuai harga minyak dunia justru menjadi tantangan baru bagi Bank Indonesia (BI) dan pemerintah untuk mengendalikan inflasi.

Sebab masyarakat belum terbiasa dengan harga yang mengambang. Menurutnya penurunan harga BBM ini tidak diikuti dengan penurunan harga barang lainnya, misalnya tarif angkutan umum atau harga pangan. Harga pangan atau tarif angkutan termasuk rigit sehingga ketika sudah naik akan sulit turun meskipun harga BBM sudah diturunkan.

"Masyarakat belum terbiasa dengan harga yang mengambang ini. Kalau harganya turun tidak masalah, tapi potensi harga naik juga cukup besar, selama kita impor BBM, akan tetap rentang," ujar Eko, saat dihubungi, Kamis (1/1).

Menurutnya jika harga BBM ditetapkan mengambang, tantangan pengendalian inflasi jauh lebih kompleks. Ketika harga BBM naik, kembali akan mempengaruhi biaya distribusi. Apalagi tantangan inflasi di Indonesia, selama ini masih disebabkan oleh faktor distribusi. Selama infrastruktur belum diperbaiki sehingga distribusi barang makin lancar, infasi akan terus menghantui.

"Sekarang harga premium memang turun, solar turun seharusnya daya beli masyarakat lebih baik tapi tariff angkutan tidak turun, beras, sayur tidak turun," katanya.

Di bulan Januari mendatang, ia memprediksi tidak akan terjadi deflasi meksipun harga BBM turun. Di bulan Januari, masih banyak masyarakat yang liburan sehingga barang-barang masih akan tinggi. Belum lagi adanya faktor cuaca yang menyebabkan banjir di sejumlah wilayah menyebabkan distribusi menjadi terhambat sehingga mendorong inflasi.

 

Tahun 2014, target inflasi yang ditetapkan dipastikan meleset. Dalam asumsi makro, inflasi ditargetkan 4,5 plus minus satu persen. Namun, hingga bulan November telah mencapai 6,3 persen.

BI memprediksikan inflasi hingga akhir tahun mencapai 8,1-8,2 persen. Inflasi tertinggi diprediksi di bulan Desember yang mencapai 2,2 persen. Menurut Eko, melesetnya target inflasi ini tak lepas dari kenaikan BBM pada November lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement