REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Tim Reformasi Tata Kelola Migas mengeluarkan rekomendasi terkait kebijakan subsidi dan perhitungan harga patokan bahan bakar minyak (BBM). Tim Reformasi merekomendasikan kepada pemerintah untuk menghentikan impor BBM jenis RON 88 alias bensin dan Gasoil 0,35 persen sulfur (Solar) dan menggantinya dengan impor Mogas 92 dan Gasoil 0,25 persen sulfur.
Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri mengatakan, selama ini Indonesia menjadi satu-satunya pengimpor BBM jenis RON 88 untuk kebutuhan dalam negeri. Namun, Indonesia tidak bisa menjadi penentu harga. Dampaknya, hal itu membuka sekali untuk para kartel mempermainkan harga tersebut.
Karenanya, Tim Reformasi merekomendasikan untuk mengganti impor RON 88 dengan Mogas 92, karena secara kualitas Mogas 92 lebih baik disbanding RON 88. “Kalau membeli langsung Mogas 92, karena semua membeli itu, dan pasarnya lebih kompetitif, dan terbuka,” kata Faisal di Jakarta, Ahad (21/12).
Tim Reformasi sudah melaporkan hal itu kepada Menteri ESDM Sudirman Said, dan sudah melakukan pembicaraan dengan Pertamina. Menurut Faisal, Menteri ESDM sudah menyetujui rekomendasi yang mereka buat. “Karena tugas kami bukan untuk mencari mafia migas tersebut, tapi mencoba mempersempit ruang magia tersebut,” katanya.
Sedangkan untuk pertamina, kata Faisal, Tim Reformasi memberikan waktu paling lama lima bulan untuk menerapkan rekomendasi tersebut. Faisal mengerti jika kilang yang ada di Indonesia tidak semua bisa memproduksi Mogas 92.
“Butuh waktu. Kalau ingin cepat dilaksanakan penghapusan 88, maka import92 harus naik, tapi kilang Indonesia yang bisa menghasilkan 92 baru Balongan. Tapi nettonya akan positif, karena ada penurunan 88 dan peningkatan kualitas dari konsumsi BBM ini,” kata Fasial.
Tim reformasi memberikan waktu transisi kepada Pertamina selama lima bulan. Tim Reformasi berharap selama lima bulan tersebut, Pertamina sudah bisa mengimpor Mogas 92 semua. “Paling cepat sekitar dua bulan, paling lama lima bulan, tapi prosesnya kan transisi, lima bulan itu tuntas, prosesnya bisa dimulai secepat mungkin,” ujar mantan calon gubernur DKI Jakarta tersebut.