REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Usulan produk keuangan syariah khas Indonesia dinilai baik. Tapi, semangat itu tidak boleh asal beda.
Ahmad Riawan Amin mengungkapkan usulan menghasilkan produk khas sesuai kebutuhan domestik itu bagus. Tapi, kehati-hatian harus tetap dijaga sehingga semangatnya tidak asal beda sehingga membuat Indonesia menjadi tertutup.
Indonesia bisa menciptakan produk-produk khas jika sudah pernah mengadopsi, mengalami dan belajar mengimplementasikan produk-produk serapan yang sudah ada dari luar termasuk dari Timur Tengah, Malaysia, atau Pakistan.
Jangan jadikan alasan karena tidak khas Indonesia sebagai alasan penolakan. Menurutnya, tidak ada salahnya jika mencontoh ke sesama Muslim.
Mengenai salah satu produk tawarruq munazhzham yang berasal dari luar dan sempat ditolak masuk ke Indonesia, Riawan mengatakan jika produk itu dipakai di Timur Tengah, pasti ada pertimbangan mudharat lebih kecil dari manfaatnya.
Produknya bisa jadi tidak sempurna, tapi itu masih lebih baik dibanding tetap membuat masyarakat menggunakan produk riba. Ia memandang produk tawarruq munazhzham seharusnya bisa juga digunakan di Indonesia. Sebab yang dihadapi keuangan syariah merupakan sistem transaksi riba yang secara jangka panjang berdampak buruk.
''Sebab yang lebih penting saat ini adalah memigrasi masyarakat dari sistem transaksi riba yang buruk ke sistem syariah yang lebih baik,'' kata Riawan, Selasa (16/12).
Menurutnya, dasar pembandingan non syariah dengan produk syariah adalah mengalihkan dari yang buruk ke yang lebih baik, bukan seperti membandingkan neraka dan surga. Sebab, keuangan syariah saat ini pun belum menawarkan 'surga'.
Jikapun ada larangan, maka harus ada alternatif. Kalau bisa dimudahkan, akan lebih baik jika itu dilakukan.
Intinya, Riawan mengatakan jangan mematikan kesempatan masyarakat. Jika produk yang syariah atau setengah syariah ditahan-tahan, itu malah justru memperbesar kesempatan keuangan riba tumbuh lebih besar.