Senin 01 Dec 2014 14:28 WIB

Branchless Banking Untungkan Perbankan Syariah

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Untuk menunjang pengembangan perbankan bagi semua kalangan, Bank Indonesia (BI) meluncurkan ''pilot project branchless banking'' (bank tanpa kantor) di delapan provinsi (Mei-November 2013). Proyek ini bekerjasama dengan lima bank yaitu Bank Mandiri, BRI, B
Foto: Antara
Untuk menunjang pengembangan perbankan bagi semua kalangan, Bank Indonesia (BI) meluncurkan ''pilot project branchless banking'' (bank tanpa kantor) di delapan provinsi (Mei-November 2013). Proyek ini bekerjasama dengan lima bank yaitu Bank Mandiri, BRI, B

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Aturan layanan keuangan tanpa kantor (branchless Banking) yang diterbitkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akhir November lalu dinilai bisa jadi peluang dan tantangan sekaligus bagi bank-bank syariah.

Kepala Unit Usaha Syariah OCBC NISP Koko T. Rachmadi mengungkapkan layanan keuangan tanpa kantor menguntungkan bank umum syariah maupun unit usaha syariah. Ia menyebut rata-rata untuk satu kantor dibutuhkan biaya Rp 30 juta dan operasional setidaknya Rp 10 juta per bulan.

''Bank bisa melakukan efisiensi modal karena tidak membuka kantor baru,'' kata Koko usai workshop perbankan syariah di kantor OCBC NISP akhir pekan lalu. UUS OCBC NISP sendiri sudah memiliki delapan cabang saat ini.

Selain memudahkan, layanan perbankan tanpa kantor di sisi lain dinilai Corporate Secretary Group Head BRISyariah Lukita T. Prakasa tetap memiliki resiko. Untuk itu, dibutuhkan prosedur pengenalan nasabah (KYC) yang lebih hati-hati.

Memang akan ada efisiensi biaya karena kantor bisa menumpang di outlet lain. Karena itu harus ada mekanisme pelaporan keuangan yang jelas.

''Harus ada upaya preventif kemungkinan dana pihak ketiga (DPK) ternyata untuk pencucian uang misalnya,'' kata Lukita.

Akhir November lalu OJK menerbitkan POJK No 19/POJK.03/2014 tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Cabang dalam Rangka Keuangan Inklusif.

Ini merupakan bagian dari paket kebijakan November yang dikeluarkan yaitu 20 POJK yang terdiri atas enam POJK bidang Perbankan, tujuh POJK bidang Pasar Modal, dan tujuh POJK bidang Industri Keuangan Non-Bank (IKNB).

Paket kebijakan tersebut secara umum ditujukan dalam rangka penataan kembali struktur pengawasan sektor jasa keuangan, penguatan pengawasan sektor jasa keuangan, pendalaman pasar keuangan, dan perluasan akses keuangan masyarakat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement