REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT PGN Tbk mengaku selalu siap untuk menjadi pelopor dan gerda terdepan konversi BBM ke BBG. Sayangnya pembangunan SPBG sebagai infrastruktur konversi ini terkendala masalah lahan.
Dari rencana membangun 16 SPBG pada 2014 PGN hanya berhasil membangun tujuh unit pengisian gas. VP Corporate Communication PT PGN Ridha Ababil mengatakan, selama 2014 hanya tujuh tempat pengisian gas yang terealisasi. ''Mobile Refueling Unit (MRU) empat unit dan SPBG tiga unit,'' kata dia kepada ROL, Senin (24/11) malam.
Menurut Ridha, tiga SPBG tersebut belum mendapatkan lampu hijau untuk dioperasikan dari pemerintah terkait. Alasannya, terkait izin mendirikan bangunan (IMB).
Dia menuturkan, masalah lahan menjadi masalah utama pembangunan SPBG. Pasalnya, sulit mendapatkan lahan strategis.
Ridha mengatakan, kendala minimnya konsumen juga menjadi masalah lain. Pemerintah harus memberikan insentif dan dorongan untuk menggunakan BBG.
Semisal, kata dia, pembagian konventer kit secara cuma-cuma atau insentif lewat diskon pajak kendaraan. Ridha mengaku siap bekerjasama dengan BUMN dan pihak swasta untuk membangun SPBG.
Dia mengatakan, apabila bekerjasama dengan pihak swasta patokan harga jual gas Rp 3.100 per liter setara premium masih belum ekonomis. Harga yang tepat dinilai sekitar Rp 4.000. Ridha menerangkan, tarif biaya produksi gas per liter setara premium sekitar Rp 2.800.
Dia menuturkan apabila dengan Rp 8.500 per liter premium memberatkan masyarakat, kondisi ini bisa menjadi momentum peralihan ke BBG dan mengembangkan infrastruktur energi alternatif pengganti minyak. Pasalnya, gas yang diproduksi dalam negeri malah diekspor padahal, bisa dimanfaatkan di dalam negeri.