REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan berdasarkan data produksi tuna lima tahun terakhir Indonesia sebagai salah satu negara penghasil tuna terbesar kedua di dunia dengan nilai perdagangan per tahun mencapai Rp40 triliun.
"Tercatat, rata-rata produksi tuna, cakalang dan tongkol yang dihasilkan mencapai lebih dari 1,1 juta ton per tahun dengan nilai perdagangan yang disumbangkan sekitar Rp40 triliun," kata Susi Pudjiastuti saat membuka "Bali Tuna Conference" (BTC) di Kuta, Bali, Kamis.
Berdasarkan data "Food Agriculture Organization" (FAO) atau organisasi pangan dan pertanian melalui "State of World Fisheries and Aquaculture" (SOFIA) 2014, sekitar 6,8 juta metrik ton berbagai jenis tuna ditangkap di seluruh dunia. Dari jumlah itu, sekitar 4,5 juta ton berasal dari produksi utama tuna, seperti "albacore, bigeye, bluefin, skip jack dan yellow fin".
Pada tahun yang sama, secara global Indonesia berhasil memasok lebih dari 16 persen total produksi tuna dan sejenisnya secara global.
"Permintaan pasar dan harga yang tinggi membuat produksi tuna kian menjadi primadona di tingkat global," katanya.
Susi menjelaskan, dengan kekayaan laut yang berlimpah, khususnya dalam produksi tuna, Indonesia kini tengah menghadapi tantangan baru. Eksploitasi terhadap ikan tuna yang dapat berdampak buruk bagi kelangsungan sumber daya dan habitat tuna menjadi tantangan pemerintah ke depan.
Hal ini berdampak lanjutan pada menurunnya produktivitas, ukuran tuna yang dihasilkan cenderung mengecil, dan daerah penangkapan ikan yang semakin jauh ke laut lepas.
"Imbasnya tentu akan mengancam kelangsungan mata pencaharian nelayan dan juga bisnis tuna. Untuk itu diperlukan 'sustainable fisheries development' agar habitat tuna tidak rusak dan produksi tuna tetap tinggi," kata Susi.
Selain itu, Susi mengatakan pengelolaan perikanan tuna secara global merupakan komitmen Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Saat ini upaya konservasi dan pengelolaan berkelanjutan menjadi perhatian utama dalam perikanan tuna secara global.
Kerja sama semua pihak baik tingkat lokal, nasional maupun internasional sangat diperlukan dalam upaya penyelamatan sumber daya dan bisnis tuna.
"Saya mengajak seluruh pemangku kepentingan perikanan tuna untuk memiliki rencana pengelolaan yang efektif, untuk kemudian diterapkan secara terintegrasi baik di sektor hilir maupun hulu guna menghambat laju penurunan stok sumber daya perikanan tuna," ucapnya.
Ia mengatakan pihaknya telah mengeluarkan berbagai langkah kebijakan dengan mengurangi kapasitas penangkapan. Di antaranya, melalui pencabutan izin kapal-kapal ikan yang beroperasi dan terindikasi melakukan kegiatan "IUU Fishing".
"Saya juga mengeluarkan aturan moratorium izin penangkapan ikan baru, yang diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada anak-anak ikan dan juvenil berbagai jenis sumber daya ikan termasuk tuna untuk tumbuh dan berkembang biak," katanya.