REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Periset bidang energi Network of Market Investor (NMI) Franky Rivan menyatakan penurunan harga minyak dunia saat ini merupakan momentum yang tepat untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).
"pemerintah harus segera memanfaatkan hal ini. Kalau tidak, momentum langka harga minyak yang sedang terjun payung sekarang bisa terlewati," ujar Franky saat dihubungi Repulika, Senin (17/11).
Franky melanjutkan, tidak perlu pelan-pelan mengurangi subsidi, pemerintah harus mencabut subsidi BBM hingga nol rupiah dan segera alokasikan untuk bidang infrastruktur. Franky membeberkan logika, sangatlah tidak logis apabila harga minyak mentah dunia yang anjlok saat ini namun pemerintah tetap mensubsidi harga BBM.
Franky menjelaskan, dengan beban subsidi BBM sebesar Rp 210,735 trilliun, koefisien gini Indonesia berada pada angka 36,8. Disinilah muncul persoalan serius, tambah di, subsidi yang ditujukan agar membantu golongan kurang mampu justru menjadi bumerang yang membuat si kaya bertambah kaya.
Franky Rivan memberikan ilustrasi harga BBM ritel di Amerika saat ini sekitar 2,9 - 3,1 USD per gallon termasuk 13% pajak. Apabila unsur 13% pajak tersebut dihilangkan, anggap harganya di 2,7 USD/gallon. Dengan asumsi 1 USD = HYPERLINK "tel:12000"12.000 IDR dan 1 gallon = 3,8 liter, maka harganya setara dengan Rp 8526/liter. Harga Rp 8526/liter tersebut sudah termasuk keuntungan pemilik POM bensin yang bersangkutan, dan bahkan biasanya sudah termasuk kupon diskon beli makanan ringan di supermarket POM bensin tersebut.
"Sudah jelas kita ketahui bahwa biaya gaji pegawai, biaya sewa, biaya logistik, dan biaya-biaya lainnya di Amerika jauh lebih mahal daripada di Indonesia. Dengan biaya-biaya tersebut saja, Amerika bisa menjual BBMnya dengan harga Rp 8526/liter," pungkasnya.