REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-Kepercayaan diri konsumen Indonesia meningkat di kuartal ketiga 2014. The Nielsen Global Survey of Consumer Confidence and Spending Intentions mengungkapkan bahwa skor kepercayaan diri konsumen meningkat dua poin dibandingkan kuartal sebelumnya menjadi 125 pada kuartal ketiga 2014.
Laporan Consumer Confidence Index yang dirilis pada Selasa (11/11) menempatkan Indonesia sebagai negara urutan kedua teroptimistis di dunia setelah India yang mengantongi skor 126. Menurut survey Nielsen, kejelasan situasi politik setelah pemilihan presiden telah membantu mendorong kepercayaan diri konsumen.
"Pola optimisme konsumen yang telah kita lihat sebelumnya menjelang masa pemilu kembali terlihat dengan naiknya indeks kepercayaan diri konsumen," kata Managing Director Nielsen Indonesia Agus Nurudin pada Selasa (11/11) di Jakarta.
Konsumen Indonesia juga tetap fokus untuk menabung bahkan skornya meningkat jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pada kuartal ketiga 2014, tujuh di antara sepuluh konsumen di Indonesia mengalokasikan dana cadangan untuk menabung. Sebanyak 74 persen konsumen menyisihkan pendapatannya untuk menabung atau naik sembilan persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 65 persen.
Sejalan dengan fokus menabung, konsumen Indonesia juga siap untuk mengeluarkan dana cadangan untuk berlibur (41 persen), berinvestasi di saham atau reksa dana (33 persen), membeli produk teknologi baru (30 persen), dan hiburan di luar rumah (29 persen).
"Konsumen Indonesia dikenal lebih mengutamakan menabung daripada berbelanja dan mentalitas inilah yang memengaruhi pola pengeluaran mereka," jelas Agus. Dalam menghadapi kenaikan inflasi di Indonesia, makin banyak konsumen yang mencari cara untuk mengurangi pengeluaran sehari-hari. Indonesia berada di urutan sepuluh teratas berkenaan dengan perubahan pola belanja konsumen untuk menghemat biaya rumah tangga.
Delapan dari sepuluh konsumen Indonesia, atau 76 persen, telah mengubah pola belanja mereka untuk berhemat. Pilihan memangkas pengeluaran ada pada pengeluaran untuk peningkatan teknologi seperti telepon genggam atau komputer (54 persen) dan mengurangi belanja baju baru (47 persen).
Akan tetapi di sisi lain konsumen Indonesia tidak bersedia berkompromi bila menyangkut komunikasi, bahan makanan,dan layanan keuangan. Survey menunjukkan bahwa konsumen yang mengurangi pengeluaran untuk biaya telepon hanya 27 persen, membeli bahan makanan lebih murah 24 persen, dan mencari penawaran yang lebih murah untuk layanan keuangan hanya 17 persen.
Menurut Agus, sebagian besar konsumen tidak bersedia mengurangi biaya telepon mereka karena orang-orang Indonesia adalah tipikal masyarakat yang sangat terkoneksi satu sama lain. "Sebagian besar konsumen tidak bersedia berkompromi agar mereka tetap dapat berhubungan dengan orang lain," tandasnya.