Jumat 07 Nov 2014 12:55 WIB

Indonesia Jadi Kiblat Baru Keuangan Syariah Dunia

Rep: Satya Festiani/ Red: Winda Destiana Putri
Keuangan syariah (ilustrasi).
Foto: Theedge.me
Keuangan syariah (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Bank Indonesia (BI) menegaskan Indonesia sebagai kiblat baru keuangan syariah dunia. Hal itu didasari oleh struktur masyarakat Indonesia yang memiliki penduduk muslim terbesar. Perbankan syariah di Indonesia juga menjadi perbankan ritel terbesar di dunia.

Hal ini mengemuka pada Seminar Nasional yang diselenggarakan BI di Surabaya, Kamis (6/11). Seminar ini menghadirkan para pakar ekonomi dan keuangan syariah yang berasal dari Bank Indonesia, Perguruan Tinggi dan institusi keuangan syariah seperti Syafii Antonio, PhD, Prof. Dr. H. Suroso Imam Zadjuli, SE, Rifki Ismal, PhD, Dr. Suminto Sastrosuwito, Mohammad Touriq, MBA, Dr. Raditya Sukmana, MA dan Adiwarman A. Karim, MBA, MAEP.

Pada akhir 2013, perbankan syariah Indonesia telah menjadi bank ritel terbesar di dunia yang memiliki 17,3 juta nasabah, 2.990 kantor bank, 1.267 layanan syariah dan 43 ribu karyawan. Bahkan, bank syariah di Indonesia memiliki pangsa bagi hasil terbesar di dunia sebesar 30,1persen di pertengahan 2014.

Bank syariah di Indonesia juga telah dikenal di seluruh dunia sebagai bank syariah yang tidak diragukan karena fatwa-fatwa terkait operasi bank syariah dikeluarkan oleh komite fatwa nasional yang kredibel dan independen, yaitu Dewan Syariah Nasional- Majelis Ulama Indonesia atau DSN-MUI. Karena sifatnya yang tidak diragukan tersebut, bank-bank syariah di negara lain banyak yang mencontoh bank-bank syariah di Indonesia.

Bank-bank syariah Indonesia juga applicable karena fatwa-fatwa DSN-MUI kemudian diterjemahkan menjadi Peraturan Bank Indonesia atau PBI agar mudah diaplikasikan oleh bank syariah. Selain itu, dari seluruh fatwa yang telah dikeluarkan, hampir semuanya mengatur kegiatan bank syariah yang berhubungan dengan sektor riil.

Selain itu, pasar modal syariah di Indonesia telah berkembang menjadi The Most Advanced Islamic Retail Stock Exchange di dunia karena Indonesia adalah negara pertama di dunia yang menerapkan sistem online trading syariah. Indonesia telah menjadi The Leading Sovereign Sukuk Issuer di dunia karena Indonesia telah menjadi sovereign sukuk issuer terbesar kedua di dunia dengan rasio sukuk per Produk Domestik Brutor (PDB) yang masih rendah sehingga memiliki potensi pengembangan yang besar.

Keuangan mikro syariah di Indonesia juga telah berkembang menjadi The largest Islamic Microfinance di dunia karena Indonesia adalah negara yang memiliki Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) paling bervariasi, jumlah paling besar dengan nasabah paling banyak (khususnya Baitul Maal wa Tamwil atau BMT), yang memiliki Pedoman Akad Syariah (PAS) satu-satunya di dunia. Selain itu, Indonesia juga memiliki jumlah nasabah keuangan syariah terbesar di dunia mencapai 37,3 juta, lebih besar dari jumlah penduduk Malaysia yang hanya 29,8 juta.

Terakhir, Bank Indonesia merupakan salah satu bank sentral dari 10 negara terbesar di dunia, dan bank sentral terbesar yang menerapkan sistem moneter ganda. Dengan demikian, keuangan syariah Indonesia telah menjelma menjadi kiblat baru keuangan syariah dunia Pengamat Syariah sekaligus Direktur Karim Consulting Indonesia Adiwarman Azwar Karim meyakini bahwa Indonesia adalah kiblat baru keuangan syariah dunia. Hal tersebut terlihat dari penetrasi kantor cabang dan nasabah bank syariah. "Saya setuju kalau penetrasi dilihat dari jumlah kantor cabang dan nasabah," ujar Adiwarman, Jumat (7/11).

Selain itu, di Indonesia juga terdapat 1,5 persen penduduk yang menolak bertransaksi dengan bank konvensional karena riba adalah haram. "Kita bangga 3 juta orang di Indonesia menolak perbankan konvensional," ujarnya. Di Malaysia, hanya 0,1 persen dari jumlah penduduk atau sekitar 150 ribu orang yang menolak transaksi perbankan. Sedangkan di Oman sekitar 14,2 persen dari jumlah penduduk atau kurang dari 150 ribu.

Ia tidak setuju jika penetrasi perbankan diukur dari aset. Indonesia memiliki aset yang kecil karena perbankan syariah berada di sektor retail banking, sedangkan aset perbankan syariah di Malaysia besar karena bermain di komersial banking.

"Apalagi Bahrain, Kuwait, UEA main di investment banking," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement