Rabu 05 Nov 2014 23:24 WIB

Pembebasan Lahan dan Regulasi, Kendala Atasi Krisis Listrik

Rep: Aldian Wahyu Ramadhan/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Petugas melakukan pemeriksaan rutin di Pembangkit Listrik Tenaga Uap dan Gas (PLTGU) Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (4/9).(Republika/Prayogi)
Foto: Republika/Prayogi
Petugas melakukan pemeriksaan rutin di Pembangkit Listrik Tenaga Uap dan Gas (PLTGU) Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (4/9).(Republika/Prayogi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kendala PT PLN dalam mengatasi krisis listrik terletak pada dua hal, yakni pembebasan lahan dan regulasi. Apabila hal tersebut bisa dipercepat pembangunan pembangkit listrik akan lancar jaya.

Direktur Utama PT PLN (Persero) Nur Pamudji mengatakan, tambahan 35 ribu MW merupakan kebutuhan kapasitas selama 2015-2019. PT PLN hanya sanggup membangun hingga 15 ribu MW.

Nur menerangkan, ada sejumlah langkah untuk mencapai target tersebut, di antaranya mengurai sumbatan yang ada. Semisal, menyelesaikan masalah lahan.

Menurut dia, pihaknya sudah bisa menjalankan SK pembebasan lahan mulai 1 Januari 2015. Dengan adanya SK tersebut PLN akan bekerja sama dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam pembebasan lahan.

Nur menerangkan, dari target 35 ribu MW, kasarannya, PLN membangun 15 ribu MW dan sisanya dibangun oleh swasta (IPP). Masalah lain dalam mempercepat pembangunan pembangkit adalah mengurai sumbatan regulasi. Artinya, regulasi harus dipercepat.

''Contoh data pada 2006 sampai 2014 itu kita punya 67 PPA, akumulatif. kalau dari tahun ke tahun lihat dari PPA yg ada menjadi pembangkit COD, itu cuma 29 persen, dibulatkan 30 persen lah,'' jelas dia.

Menurut Nur, apabila pembangunan dilakukan oleh PPA belum tentu jadi seluruhnya. Jadi, apabila ingin mendapatkan kapasitas 20 ribu MW maka harus bikin 60 ribu MW.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement