Kamis 30 Oct 2014 15:10 WIB

Jokowi Paling Disalahkan Kalau BBM Naik

Rep: C01/ Red: Erdy Nasrul
Petugas membantu warga mengisi bahan bakar minyak (BBM) di SPBU Jakarta, Selasa (7/10).(Prayogi/Republika)
Foto: Prayogi/Republika
Petugas membantu warga mengisi bahan bakar minyak (BBM) di SPBU Jakarta, Selasa (7/10).(Prayogi/Republika)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Lingkaran Survey Indonesia (LSI) Denny JA, ada tiga isu penentu baik-buruk kinerja Kabinet Kerja presiden Joko Widodo (Jokowi). Salah satu dari isu tersebut ialah perihal kenaikan harga BBM.

Isu kenaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) ini mendapat sorotan dari banyak kalangan. Dari total 1.200 responden, sebanyak 51,20% memilih Presiden Jokowi sebagai pihak yang paling dipersalahkan jika harga BBM naik.

Sebanyak 32,40% memilih Dewan Perwakilan Rakyat sebagai pihak yang lebih layak disalahkan. 8% responden memilih hal-hal lainnya sebagai pihak yang dipersalahkan. Sisanya, sebanyak 8,40% memilih tidak menjawab atau tidak tahu.

Dari persentase ini dapat dilihat bahwa presiden akan menjadi pihak yang paling dipersalahkan oleh masyarakat jika harga BBM Naik.

Hal ini, menurut Narasumber LSI Rully Akbar, akan berpengaruh pada dukungan publik kepada pemerintahan Jokowi. Untuk itu, Jokowi diharapkan memiliki alternatif kebijakan lain yang lebih populis. "Untuk bisa menutupi kebijakan yang non populis ini," terang Rully, Kamis (30/10).

Di satu sisi, isu kenaikan harga BBM ini sudah berlarut-larut dan kemungkinan besar tak dapat dihindari lagi. Rully menilai, jika kenaikkan harga BBM tidak bisa dihindari dan tetap harus dilaksanakan, Presiden Jokowi harus memiliki plan B.

Plan B yang dimaksud oleh Rully ini ialah kebijakan-kebijakan lain yang manfaatnya dapat dirasakan langsung oleh rakyat dan minim hambatan. Misalnya program Kartu Pintar dan Kartu Indonesia Sehat yang dapat berjalan dengan lancar. "Jadi, publik tahu ke mana subsidinya dialirkan," jelas Rully.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement