REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah pengamat menilai, pembangunan tol laut yang diwacanakan Presiden Jokowi bisa terealisasi. Asalkan, pemerintah bisa fokus terhadap pembangunan tersebut.
Adapun anggaran untuk pembangunan itu, bisa diambil dari jatah pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM).
Pengamat sekaligus guru besar riset operasi dan optimasi Jurusan Teknik Kelautan Institut Teknik Sepuluh November (ITS) Surabaya, Daniel Mohammad Rosyid, mengatakan, berdasarkan hitung-hitungan kasar, pembangunan tol laut ini akan memakan biaya sampai Rp 2.000 triliun.
Dengan begitu, pembangunan ini tidak akan selesai dalam kurun waktu dua sampai tiga tahun. Minimalnya bisa selesai dalam jangka lima tahun kedepan.
"Pemerintah mampu mengalokasikan anggaran sebesar itu, asalkan subsidi BBM dikurangi atau dicabut. Nanti, subsidi itu dialihkan untuk pembangunan tol laut," ujarnya, kepada Republika, Rabu (22/10).
Akan tetapi, lanjut dia, harus diklarifikasi pembangunan tol laut tersebut. Maksud dari Presiden Jokowi itu, bukan membangun jalan di atas laut. Melainkan, mengonektivitaskan satu pulau dengan pulau lainnya dengan memerbanyak jumlah armada kapal.
Jadi, kapal-kapal bisa berlalu-lalang dari barat ke timur juga sebaliknya dengan maksimal. Penambahan armada kapal ini, untuk memromosikan potensi perdagangan di daerah timur.
Selama ini, kapal yang dari barat selalu membawa produk dagangan ke timur. Namun, sebaliknya ketika pulang kapal tersebut kosong. Karena itu, pada pemerintahan Jokowi ini potensi dari timur harus mendapat prioritas. Salah satunya, dengan membuka jalur perdagangan baru.
Untuk mewujudkan wacana ini, maka dibutuhkan anggaran Rp 2.000 triliun. Sebab, selain untuk menambah armada kapal, pemerintah juga harus merevitalisasi pelabuhan-pelabuhan yang sudah ada. Supaya, kinerja armada kapal itu makin optimal dengan ditunjang pelabuhan yang memadai.
Menurut Daniel, karena program ini merupakan rintisan pemerintah, sehingga pembiayaannya mau tidak mau harus diambil dari APBN. Sebab, swasta dinilai tak begitu tertarik untuk investasi di sektor ini. Karena, balik modalnya cukup lama.
"Sekitar 20 tahun baru bisa balik modal. Mana ada pengusaha yang mau kalau begitu," ujarnya.
Untuk itu, Presiden Jokowi harus berani tegas dalam mengatur APBN. Terutama, subsidi untuk BBM memang harus dikurangi atau dihapuskan bila perlu. Anggaran dari subsidi ini, bisa dialihkan untuk pendanaan pembangunan tol laut tersebut.
Para pengamat telah melakukan penghitungan, untuk tahun pertama merealisasikan wacana pembangunan tol laut ini dibutuhkan anggaran paling sedikit Rp 200 triliiun. Dari anggaran itu, bisa membeli lima atau 10 kapal berbagai jenis ukuran. Serta, bisa merevitalisasi pelabuhan, membangun pembangkit listrik dan menyediakan sarana air bersih.
"Jadi, kalau kita ingin melihat perdagangan Indonesia semakin maju, maka dukung program Jokowi ini," jelasnya.