Jumat 17 Oct 2014 18:11 WIB

Oktober dan November Saat yang Tepat Naikan BBM

Rep: Satya Festiani/ Red: Winda Destiana Putri
Petugas membantu warga mengisi bahan bakar minyak (BBM) jenis premium di SPBU Jakarta,Selasa (23/9).(Republika/Prayogi)
Foto: Republika/Prayogi
Petugas membantu warga mengisi bahan bakar minyak (BBM) jenis premium di SPBU Jakarta,Selasa (23/9).(Republika/Prayogi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menilai kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi dapat dilakukan pada Oktober dan November tahun ini. Kenaikan tersebut dianggap tepat karena secara musimannya inflasi pada bulan tersebut tercatat rendah.

Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, waktu yang tepat untuk menaikan harga BBM adalah ketika angka inflasi rendah. "Pertimbangan kenaikan BBM dari BI timing-nya ketika inflasi month to month tidak tinggi. Saya kira Oktober-November masih oke," ujar Perry, Jumat (16/10).

Namun, ia mengatakan, dalam mengambil kebijakan kenaikan harga BBM, Pemerintah melihat pertimbangan lain seperti kondisi keuangan Pemerintah, terutama dalam APBN.

Berdasarkan pemantauan harga yang dilakukan BI pada minggu pertama Oktober, inflasi Oktober diperkirakan sebesar 0,36 persen mtm dan 4,72 yoy. Perry mengakui angka tersebut lebih tinggi dari musimannya, tetapi masih dalam kisaran target BI sebesar 3,5-5,5 persen. Tingginya inflasi disebabkan kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) tahap 2 yang menyumbang inflasi sebesar 0,11 persen.

Perry mengatakan, kenaikan BBM sebesar Rp 3000 akan menyumbang inflasi sebesar 3-3,5 persen. Dampak kenaikan BBM pun hanya sebesar 3 bulan. Pada bulan keempat, inflasi akan kembali normal jika dilihat secara month to month.

Kenaikan harga BBM pun akan menurunkan defisit transaksi berjalan. BI memprediksi defisit transaksi berjalan tahun ini sebesar 3,1 persen dari PDB. Sedangkan tahun depan sebesar 2,9 persen dari PDB.

"Kalau ada kenaikan harga BBM, akan lebih baik dari itu karena dengan adanya kenaikan harga BBM, volume impor BBM akan turun," ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa setiap kenaikan harga BBM sebesar Rp 1000, Pemerintah menghemat anggaran sebesar 1 miliar dolar AS.

Perry mengatakan, BI terus memantau kepastian kenaikan harga BBM. BI akan mempertimbangkan dampak kenaikan harga BBM terhadap inflasi, pertubuhan ekonomi, neraca perdagangan, defisit transaksi berjalan, stabilitas moneter dan sistem keuangan.

"Apapun yang akan diputuskan Pemerintah, BI akan memastikan dampak terhadap inflasi terkendali, terjaga dan bisa berlangsung dalam jangka pendek," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement