REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Direktur Jenderal Statistik, Ekonomi, Penelitian Sosial, dan Pusat Pelatihan untuk Negara-negara Islam (SESRIC) Savas Alpay mengatakan bahwa tidak hanya negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam mulai menerapkan sistem keuangan syariah. Negara sekuler, seperti Turki juga mulai mengadopsi sistem keuangan Islami.
Menurutnya, keuangan Islami kini terus tumbuh bahkan melebihi pertumbuhan keuangan konvensional. Apalagi, ini terkait dengan krisis keuangan global yang terjadi pada tahun 2007-2008 dan mengguncang sistem keuangan konvensional. Krisis ekonomi kemudian terjadi secara bergantian, mulai dari Amerika Serikat (AS) hingga negara-negara di Afrika seperti Mesir.
“Kemudian saat itu masyarakat mengatakan bahwa sistem perbankan dan aturan keuangan harus diubah. Ini harus dikritisi dan menjadi kritik untuk perubahan,” ujarnya saat disela-sela pembukaan Forum Riset Keuangan Syariah 2014 dengan Tema "Mewujudkan Industri Keuangan Syariah yang Efisien, Berdaya Saing, dan Berkontribusi Lebih Besar dalam Pembangunan Ekonomi Nasional”, di Bogor, Jawa Barat, Selasa (14/10).
Pascakrisis tersebut, keuangan syariah secara global terus tumbuh di negara-negara yang mayoritas penduduknya Islam. Ia mencontohkan, pertumbuhan keuangan Islami di negara Turki. Meski pangsa pasarnya baru lima persen, namun pertumbuhannya sangat cepat. Bahkan pertumbuhannya melebihi keuangan konvensional. Meski terbilang terlambat karena sistem negaranya yang sekuler, otoritas Turki menunjukkan keseriusannya terhadap keuangan. Islami dengan menerbitkan aturan perbankan setelah tahun 2000-an.
Tidak hanya itu, kata dia, Pemerintah Turki baru-baru ini juga berencana dalam beberapa tahun mendatang akan memiliki bank syariah milik pemerintah. Keuangan syariah tentunya juga diimplementasikan di negara-negara yang mayoritas populasinya Muslim seperti Malaysia dan Indonesia. Dua negara ini, kata Savas, memiliki prinsip keagamaan dan memilih mengimplementasikan prinsip keuangan Islami dibandingkan keuangan konvensional.
“Yang juga menjadi daya tarik keuangan syariah adalah bank Islami yang ternyata lebih banyak mendukung sektor riil dibandingkan bank konvensional,” ujarnya. Tetapi, kata dia, yang menjadi satu kesulitan atau tantangan yaitu sistem keuangan Islami yang digunakan negara-negara tersebut yaitu sistem mudharabah.
“Sebenarnya penerapan Mudharabah tidak masalah, hanya saja prinsip asli keuangan syariah idealnya yaitu musyarakah,” ujarnya.
Arti prinsip musyarakah disini yaitu pihak yang terlibat saling berpartisipasi dan bersama-sama menjadi partner terhadap peminjaman atau pembiayaan. Namun, disatu sisi ia melihat sistem keuangan syariah mulai mengadopsi sistem collateral yang keputusannya berdasarkan kesepakatan bersama. Menurutnya, itu ide yang bagus karena collateral menjadi hubungan bilateral apakah akhirnya bisa memberi pinjaman atau tidak.