REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintahan Jokowi- Jusuf Kalla dinilai tidak bisa melaksanakan program-program prioritas dengan RAPBN 2015 yang ada. Apabila tetap mau bergerak sesuai janji kampanye, maka porsi anggaran belanja negara harus diubah
Pengamat Ekonomi INDEF Enny Sri Haryati mengatakan ruang fiskal yang dimiliki pemerintahan mendatang tetap ketat. Salah satu penyebabnya yaitu besarnya subsidi yang ditetapkan pemerintah.
"Kalau mau inflasi rendah dengan tidak menaikkan BBM, maka ruang fiskal tetap terbatas. Kalau ruang fiskal terbatas, bagaimana bisa mengejar pertumbuhan ekonomi 5,8 persen?," katanya kepada Republika, Senin (29/9).
Pemerintah sebetulnya bisa saja menaikkan harga BBM sambil tetap menjaga inflasi. Salah satu caranya dengan memberikan stimulus di sektor riil. Stimulus ini bisa diberikan segera setalah pelantikan Presiden baru berlangsung sekitar bulan Oktober.
Jika sudah dinaikkan, maka pemerintah bisa fokus merombak APBN ketika memasuki Januari-Februari. Bulan Maret dinilai paling tepat untuk mengumumkan kenaikan harga BBM.
"Kalau cara antisipasi ini dilakukan, maka inflasi bisa ditahan 1 sampai 2 persen," kata Enny.
Ia menambahkan, selama kebutuhan energi mayoritas dipenuhi dari impor, maka neraca perdagangan dari sisi impor akan tetap tinggi. Jika demikian, maka Enny melihat bahwa semua janji kampanye Jokowi-Jk tidak akan bisa terpenuhi.