REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengembangan energi terbarukan diprediksi tak akan memenuhi target bauran energi pada 2022 mendatang. Menurut Wamen ESDM, Susilo Siswoutomo, salah satu kendala yang menyebabkan pelaku industri migas enggan turun mengembangkan energi terbarukan adalah karena rumitnya birokrasi.
"Masalah ini sudah coba kita urai dan dibuat agar birokrasi tidak tumpang tindih," kata Wamen pada Kamis (18/9) di Jakarta.
Menurut perhitungannya, pada 2022 jumlah energi listrik yang terpasang mencapai 125 ribu MW. Artinya mulai tahun ini hingga 2022 pemerintah harus menambah kapasitas sebanyak 75 ribu MW. Jika pada 2022 pemerintah menargetkan energi terbarukan 22 persen, maka setiap tahun harus menambah 1650 MW.
"Paling besar sumber energi dari hydro, yang kedua panas bumi, lain-lainnya seperti biomassa, angin, dan matahari sangat kecil," imbuhnya.
Pembangunan geothermal, lanjut Susilo, hingga saat ini masih biasa-biasa saja. Begitu pula dengan energi hydro yang diyakini tidak sanggup menambah sebesar seribu MW per tahun.
Berdasarkan kebijakan energi, direncanakan pada 2022 energi listrik yanh dihasilkan dari panas bumi sebesar 6450 MW. Tetapi sampai 2013 listrik yang dibangkitkan dari panas bumi baru mencapai 1341 MW.
Oleh karena itu, jumlah energi listrik yang masih harus digenjot dalam delapan tahun ke depan sebesar 5200 MW. Dengan demikian setiap tahun harus dilakukan penambahan 600 MW. "Sekarang kita buka siapa yang akan membangun listrik silakan karena tidak akan mubazir, pasti terpakai," terang Susilo.