REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah memutuskan merubah perhitungan subsidi listrik menjadi Performance Based Regulary (PBR). Perubahan ini diharapkan membuat penggunaan subsidi listrik lebih transparan.
Saat ini skema subsidi listrik dihitung berdasarkan biaya pokok penyediaan listrik (BPP). Skema ini memungkinkan peningkatan subsidi ketika terjadi kenaikan BPP.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Askolani mengatakan, skema PBR sudah diuji selama empat sampai lima tahun. Hasil kajian menunjukkan bahwa penghitungan dengan skema PBR lebih baik dibandingkan PBB.
Dalam RAPBN 2015 subsidi listrik ditetapkan sebesar Rp 72,4 triliun.Besarnya subsidi listrik tersebut masih menggunakan skema PBB. Meskipun demikian, besarnya beban subsidi diyakini hampir sama.
"Jadi kalau meleset, nanti ketahuan penyebabnya. Apakah masalah pada faktor eksternal atau kesalahan manajemen. Selama ini kita tidak tahu dimana tepatnya kesalahan terjadi," kata Askolani, Rabu (17/9).
Perubahan skema ini diharapkan membuat PLN lebih disiplin, terutama dari sisi manajemen. Apabila PLN tidak mampu menjaga jatah subsidi dengan baik, maka PLN diharuskan mencari solusi efektif agar beban anggaran negara tidak bertambah.
Askolani menambahkan, skema serupa bisa juga diterapkan pada Pertamina dalam perhitungan subsidi BBM.
Bahkan Pertamina bisa jadi lebih siap menggunakan skema ini karena KPI (Key Performance Index) Pertamina cukup jelas. Sejauh ini kajian baru dilakukan terhadap PLN.
Skema PBR juga menghitung rinci antara investasi dan operasional. Hal-hal yang tidak bisa dikontrol, seperti perubahan kurs bisa dibebankan pada pemerintah. Namun apabila misalnya target operasi pembangkit batu bara meleset, maka hal ini dibebankan pada PLN.