REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Meski relatif lambat, perbankan dan pasar modal syariah masih tetap tumbuh. Di sektor perbankan syariah, pertumbuhannya memang dikendalikan.
Sementara di pasar modal, kurang bervariasinya emiten membuat investor belum punya banyak pilihan. Hal ini dikatakan Kepala Departemen Perbankan Syariah OJK, Edy Setiadi.
Edy mengatakan, pertumbuhan perbankan syariah diproyeksi akan dibawah RBB bank. Secara umum, RBB ditargetkan 13 hingga 14 persen, tapi Edy mengatakan pencapaian pertumbuhan perbankan syariah yang terlihat sekitar 10 persen.
Edy mengakui ini pun tidak lepas dari pengendalian pertumbuhan untuk menjaga agar kredit bermasalah di bank syariah (NPF) tidak tinggi. ''Financing deposit rasio (FDR) perlu dijaga agar tidak mencapai 100 persen. Bahkan ada bank-bank yang FDR-nya diupayakan di bawah 90 persen,'' kata Edy dalam paparan evaluasi perkembangan dan profil resiko industri jasa keuangan di kantor OJK, Kamis (11/9).
Terkait dengan NPF yang tinggi, OJK selalu memanggil direksi perbankan untuk membuat komitmen pengendalian NPL. Sejauh ini pun sudah berbuah //action plan// sektor mana yang diprediksi akan memicu kenaikan NPL yang tahun ini berada di level tiga persen.
Sementara itu, perlambatan investasi syariah pun cenderung lambat. Direktur Pengawasan Pengelolaan Investasi OJK Fakhri Hilmi mengatakan kondisi investasi syariah saat pun tidak jauh berbeda dengan kondisi awal tahun. Nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana syariah mencapai Rp 9,5 triliun.
Lebih dari setengahnya ditempatkan pada saham. Kondisi ini dinilai Fakhri lebih karena faktor suplai yang sedikit sehingga pertumbuhan investasi syariah tidak terlalu cepat.
Dari 501 emiten tercatat, hanya sekitar 300 yang syariah. ''Jadi pilihannya masih terbatas,'' kata Fakhri. OJK belum memilah berapa banyak nasabah reksa dana syariah, tapi mereka mencatat ada 168 ribu orang yang berinvestasi di reksa dana.