REPUBLIKA.CO.ID,SEMARANG—Meski tengah menjadi tren, bisnis waralaba di Indonesia nyatanya belum bergairah karena sebagian pelaku usaha lebih memilih untuk membuka cabang di daerah lain dibandingkan pengembangan usaha.
"Mereka masih memilih untuk mengembangkan usaha melalui buka cabang sehingga pemilik usaha tersebut hanya satu orang. Selain itu, saya melihat orang Indonesia kurang memiliki jiwa enterprenuership, mereka terlalu cepat puas dengan apa yang dimiliki," ujar Ketua Asosiasi Franchise Indonesia (AFI) Anang Sukandar, Senin (8/9).
Padahal, ujarnya, jika dibandingkan dengan membuka cabang usaha yang dimiliki, pelaku usaha sebetulnya lebih mudah mengembangkan bisnis melalui waralaba. Lantaran dari sisi sumber daya manusia akan lebih berkualitas dan risiko semakin kecil.
"Di dalam konsep waralaba, SDM dalam hal ini adalah pemegang cabang di setiap daerah, mereka bukan bawahan tetapi mitra. Jadi rasa bertanggung jawab untuk menjalankan bisnis ini lebih besar dibandingkan hanya bertugas menjalankan operasional cabang usaha saja," jelasnya.
Menurutnya, untuk mengembangkan usaha agar bisa menjadi waralaba maka pelaku usaha harus memperluas jaringan sehingga orang menjadi tahu apa yang dia jual.
"Saya berharap agar ke depan produk Indonesia tidak hanya sukses di pasar lokal tetapi juga luar negeri, pasar luar negeri sangat luas dan masyarakat Indonesia yang bekerja di luar negeri juga banyak. Pemegang merek bisa bekerja sama dengan mereka," jelasnya.
Anang mengatakan banyak merek dagang Indonesia yang berpotensi besar sukses di pasar nasional maupun internasional, tetapi yang masih banyak terjadi yaitu pelaku usaha bukan menerapkan konsep waralaba tetapi business opportunity (BO) atau peluang bisnis dengan sistem jual beli putus.
"Di Indonesia memang lebih banyak BO dibandingkan waralaba, meski kedua peluang bisnis tersebut sama-sama memberikan keuntungan namun soal kemapanan dan kualitas, waralaba lebih layak dijalankan," jelasnya.