Kamis 04 Sep 2014 19:24 WIB

Bank Syariah Butuh Revitalisasi Hadapi MEA

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ichsan Emerald Alamsyah
Penyaluran Kredit. Petugas melayani nasabah di kantor layanan Bank Muamalat, Jakarta, Rabu (20/8).(Republika/ Wihdan)
Foto: Republika/ Wihdan
Penyaluran Kredit. Petugas melayani nasabah di kantor layanan Bank Muamalat, Jakarta, Rabu (20/8).(Republika/ Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, SAMARINDA -- Menjelang diberlakukannya era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, dunia pendidikan menilai perbankan syariah butuh revitalisasi. Meski memiliki potensi besar namun pangsa pasarnya masih begitu kecil.

Kepala Jurusan (Kajur) Syariah STAIN Samarinda, Bambang Iswanto mengatakan MEA adalah momentum masyarakat ASEAN melakukan liberalisasi pasar. Sayangnya melihat dari indeks kesiapan, Indonesia berada di peringkat tujuh diantara negara-negara anggota ASEAN.

Padahal, Singapura bisa meraih posisi pertama. Sehingga, kata dia, ada anggapan bahwa Indonesia belum siap menghadapi pasar bebas.

Namun sebenarnya, pihaknya menilai ada sektor bidang di Indonesia yang dianggap siap menghadapi pasar bebas yaitu ekonomi syariah. Dia menyebutkan, salah satu ikon keuangan syariah Indonesia adalah Perbankan Islam.

Perbankan syariah disebut Bambang sudah teruji pada saat krisis ekonomi melanda Indonesia tahun 1998 dan 2008 lalu. “Saat itu, perbankan syariah tetap sehat meski dilanda krisis. Tetapi bank syariah tetap membutuhkan revitalisasi menghadapi pasar bebas,” ujar dia, Kamis (4/9).

Kenapa butuh, karena pangsa pasar perbankan syariah 4,5 persen dan sisanya dikuasai bank konvensional. Padahal, kata Bambang, pangsa pasar bank syariah Malaysia di negaranya saja bisa menembus 25 persen.

Namun, potensi besar perbankan syariah bisa dilihat dari pesatnya pertumbuhan. Pertumbuhan aset bank syariah mampu menembus hingga 46,59 persen. Sementara perbankan konvensional saat ini hanya sebesar 12,4 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement