REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perdagangan bebas dalam kerangka Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan berlaku pada 2015 dan 2020. Perbankan nasional dinilai Otoritas Jasa Keuangan (OJK) siap menghadapi pasar bebas tersebut.
Ketua OJK Muliaman Hadad mengatakan berbagai tantangan dan peluang tentunya akan muncul di era perekonomian baru ini. Memang, kata dia, sebagian pihak mengkhawatirkan hadirnya kesepakatan MEA 2015 sebagai sebuah ancaman karena pasar potensial domestik akan diambil oleh pesaing dari negara lain.
"Kekhawatiran tersebut tidak beralasan jika kita mampu menunjukkan daya saing yang tinggi," kata Muliaman, Kamis (28/8).
Untuk meningkatkan daya saing sistem perbankan Indonesia, sambung alumni Ilmu Ekonomi Universitas Harvard itu,
Indonesia memerlukan arah baru pengembangan perbankan nasional yang lebih kompetitif dan kontributif. Arah ini nantinya akan dituangkan dalam prioritas pengembangan perbankan nasional.
Selama lima tahun terakhir, Muliaman menjelaskan perbankan nasional telah memiliki tingkat interkoneksitas yang semakin tinggi dengan industri di sektor-sektor lain. Banyak bank telah memiliki anak perusahaan bidang jasa keuangan seperti asuransi.
Beberapa perbankan bahkan memiliki sumbangan pendapatan lebih banyak dari anak-anak perusahaannya, sehingga anak-perushaan tersebut mampu menyumbang profit cukup besar bagi group usaha secara keseluruhan. Menurut Muliaman, interkoneksitas antar sektor ini perlu mendapat perhatian, terutama apabila kita hendak menerapkan opsi-opsi pengembangan industri keuangan nasional.
Perdagangan bebas ASEAN atau MEA akan dimulai pada 31 Desember 2015 untuk 12 sektor termasuk industri, manufaktur, elektronik, e-commerce, hingga jasa-jasa. Untuk perbankan baru dimulai pada 2020 sesuai rencana yang tertuang pada Visi ASEAN 2020.