Rabu 20 Aug 2014 11:58 WIB

Ekonomi Syariah Butuh Fleksibilitas

Rep: Ichsan Emrald Alamsyah/ Red: Djibril Muhammad
Ekonomi syariah (ilustrasi)
Foto: aamslametrusydiana.blogspot.com
Ekonomi syariah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR --  Ulama memiliki banyak peran dalam perkembangan Islam, salah satunya di bidang ekonomi. Lahir dan tumbuh berkembangnya lembaga keuangan ekonomi syariah tak lepas dari tangan ulama.

Hanya saja, berdasarkan Bloomberg, regulator, entah di negara atau wilayah, mulai berpikir untuk mengurangi peran ulama. Mereka menyalahkan peran ulama yang menyebabkan penundaan dan biaya ekonomi tinggi sehingga memperlambat industri.

Dikutip dari Bloomberg, bankir dan pejabat berencana membuat standardisasi, baik dokumen maupun struktur obligasi untuk membatasi hambatan akibat berbagai interpretasi hukum syariah.

Saat ini hanya ada dua negara yang memiliki Dewan Syariah Nasional yang memiliki lembaga terstruktur dalam mengeluarkan fatwa, yaitu Indonesia dan Malaysia.

Wakil Ketua Dome Advisory Ltd, di London, Sheikh Bilal Khan mengatakan biaya yang diminta para ahli itu sesuai dengan kompleksitas dan merupakan standard dalam industri.

Standarisasi, tutur dia, hanya akan membawa kerugian. Karena untuk bisa berinovasi dan bersaing, industri butuh fleksibitas. Industri keuangan syariah saat ini sedang memasuki pasar nontradisional, yang berusaha mengubah citra.

Beberapa negara nontradisional bahkan sudah mengumumkan siap melepas sukuk negara. Inggris, contohnya, telah melepas sukuk negara pada Juni. Sedangkan Hong Kong berencana melepas sukuk di akhir tahun ini. Pemerintah Luksemburg, Kenya dan Filipina juga berencana untuk menerbitkan sukuk.

Hanya saja memang beberapa negara memiliki interpretasi berbeda dalam ekonomi syariah. The International Islamic Financial Market misalnya, akan mengembangkan standard umum penataan sukuk.

Standard ini berguna untuk mengurangi hambatan yang disebabkan pandangan antar ulama yang berbeda. Contoh lainnya investor asal Timur Tengah meyakini struktur Bai' al-inah, tak sesuai dengan prinsip syariah.

Akad Bai' al-inah sendiri adalah bentuk perdagangan di mana pelaku bisnis, misalnya bank syariah, menjual asetnya kepada pembeli dengan harga tertentu. Hanya saja waktu pembayaran dilakukan di masa mendatang. Namun kemudian pembeli akan menjual kembali aset yang sama kepada pelaku bisnis. Dengan harga lebih rendah dari harga masa mendatang yang telah disepakati.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement