Ahad 06 Jul 2014 16:37 WIB

Indonesia Pengimpor Baju Bekas dari Negara Tetangga

Rep: Meilani Fauziah/ Red: Maman Sudiaman
Petugas Bea Cukai menyita baju bekas impor yang diduga menngandung virus
Foto: Republika
Petugas Bea Cukai menyita baju bekas impor yang diduga menngandung virus

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Diam-diam Indonesia menjadi mengimpor bisnis baju bekas dari negara tetangga.

Direktur Jenderal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Agung Kuswandono mengatakan pihaknya setiap tahun menangkap kapal-kapal berisi baju bekas, atau dikenal dengan nama monza. Berkarung-karung baju bekas dikirimkan dari negara tetangga, seperti Singapura dan Malaysia.

"Di daerah, baju-baju ini dibisniskan," kata Agung akhir pekan ini.

Pengiriman dilakukan dengan kapal melalui Selat Malaka, Jalur Nunukan. Satu karung misalnya bisa memuat sekitar 300 helai jins. Karung bisa memuat lebih banyak pakaian yang lebih tipis seperti katun dan satin. 

Berapa keuntungan yang didapat penjual? Ternyata nilainya cukup lumayan. Menurut Agung, satu jean dibeli dari negara asal  sekitar Rp 300 ribu hingga Rp 400 ribu per buah. Penjual bisa menarik keuntungan sekitar Rp 50 ribu per helai.

Pantauan Republika, monza mudah pula ditemui di kota-kota besar seperti Jakarta. Tengok saja Pasar Poncol Senen yang tenar di kalangan mahasiswa. Deretan pedagang menjajakan ribuan model dan jenis monza dari segala era. Jika jeli, merk-merk ternama pun bisa dibawa pulang dengan harga super miring.

Berdasarkan peraturan DJBC, pengiriman baju bekas menggunakan kapal tersebut melanggar peraturan impor. Potensi kerugian negara mencapai Rp 3,162 miliar per tahun. Hingga bulan Mei 2014, terdata 82 kasus telah ditangani oleh DJBC. Namun belum ada aturan yang dijadikan dasar yang kuat selain pasal selundupan. "Jalan tikusnya banyak, jadi kita harus kerjasama dengan TNI dan Kepolisian," kata Agung akhir pekan lalu.

Ratusan kapal berisi monza juga merambah daerah perbatasan. Ketika hari raya, jumlah kapal-kapal ini kian banyak dengan frekuensi bolak-balik semakin padat.Agung mengakui pihaknya sediki8t kewalahan menghadapi hal ini karena terbatasnya anggaran. DJBC hanya memiliki 85 kapal untuk pengawasan di semua sektor.

Kehadiran monza dikatakan mengancam industri garmen dalam negri. Terlebih permintaannya meningkat dari tahun ke tahun. Bukan hanya baju, melainkan aksesoris seperti tas, sepatu dan lainnya. "Kedua adalah masa lah harga diri bangsa, masa pakai bahan bekas orang? Itu kan sampah. Apakah kita yakin itu bebas kuman?," kata Agung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement