Sabtu 14 Jun 2014 07:34 WIB

Produk Tabungan Perbankan Akan Ditinggalkan Masyarakat

Perbankan syariah (ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Perbankan syariah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Kepala Ekonom PT Bank Negara Indonesia Persero (BNI) Ryan Kiryanto memperkirakan produk tabungan perbankan sebagai alat investasi di masa mendatang akan makin ditinggalkan masyarakat.

"Produk tabungan nantinya hanya akan jadi alat transaksi, hanya untuk bayar-bayar seperti bayar listrik, telepon, air dan lainnya," kata Ryan Kiryanto di Sentul Bogor, Jawa Barat, Jumat malam (13/6).

Ia menyebutkan masyarakat akan mencari produk perbankan yang menggabungkan investasi dan tabungan atau saving.

"Perbankan harus menyiapkan produk-produk yang cocok dengan keinginan masyarakat," katanya.

Ryan menyebutkan, adanya perkiraan hingga tahun 2030, jumlah penduduk Indonesia yang masuk kelas menengah akan mengalami peningkatan sekitar 125 juta.

Sementara itu mengenai adanya kesulitan bank menghimpun dana masyarakat yang bisa berakibat bank mengalami kesulitan likuiditas, Ryan mengatakan, saat ini memang persaingan menghimpun dana masyarakat makin ketat.

"Persaingan ketat terjadi tidak hanya antar-perbankan saja tetapi juga dengan lembaga keuangan lain dan dengan pemerintah," katanya.

Ia menyebutkan, pemerintah ikut berperan dalam meningkatkan persaingan ketat dalam penghimpunan dana melalui penerbitan obligasi atau surat utang.

Menurut dia, dana yang diserap melalui penerbitan obligasi selama ini disimpan di rekening pemerintah di Bank Indonesia dan tidak segera dibelanjakan.

"Ini mengakibatkan persaingan bank menghimpun dana masyarakat makin ketat, dan bank menempuh cara konvensional dalam menghimpun dana yaitu dengan menaikkan bunga dan masyarakat," katanya.

Menurut dia, bank juga makin sulit menghimpun dana masyarakat karena adanya kebijakan moneter ketat dari Bank Indonesia (BI).Kebijakan moneter ketat ditunjukkan dengan tingkat BI rate yang mencapai 7,5 persen dan kenaikan giro wajib minimum menjadi 8,0 persen.

"Kebijakan moneter ketat ini akan berlangsung hingga akhir 2014 karena BI harus menjaga ekspektasi inflasi tetap terjaga terkait dengan rencana kenaikan tarif listril mulai Juli 2014," katanya.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement