REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG -- Menjelang Bulan Suci Ramadhan, harga sembako dan sejumlah komoditas pangan di Jawa Barat, dalam dua pekan terakhir ini mengalami kenaikan. Ini terjadi karena dipicu panic buying, yaitu perilaku konsumen yang gemar berbelanja borongan dalam menghadapi Bulan Puasa.
"Kemungkinan panic buying sangat besar terjadi. Sebetulnya tidak perlu begitu," kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jabar, Ferry Sofwan Arief, Selasa (10/6).
Terjadinya serbuan berbelanja itu, menurut dia, karena pola belanja masyarakat menghadapi Ramadhan tidak berubah. Hukum ekonomi pun berlaku: meningkatnya permintaan akan suatu barang membuat harga terkerek naik.
"Konsumen kerap menganggap awal Ramadhan adalah waktu untuk berbelanja kebutuhan pangan dalam jumlah banyak," kata Ferry.
Pihaknya terus menyosialisasikan pada konsumen soal tidak perlunya melakukan panic buying. Apalagi, setidaknya ada 680 pasar tradisional dan 2.900 ritel modern yang buka setiap saat menyediakan keperluan masyarakat. Kesiapan pasar menyediakan barang, tidak perlu menjadi kekhawatiran.
“Konsumen nyimpan cabai merah lama-lama, kita tahu itu tahan berapa lama? Kondisi ini banyak mendorong pedagang jadi spekulan,” kata Ferry.