REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menandatangani kerja sama dengan Mahkamah Agung (MA) untuk pelatihan hakim. BI menilai pelatihan tersebut dapat meningkatkan pengetahuan hakim mengenai kebijakan BI.
"BI sebagai otoritas moneter mengedepankan kebijakan yang bersifat preemptive. Kebijakan tersebut tak mudah dipahami masyarakat," ujar Agus usai penandatangan kerja sama antara MA, BI dan OJK, Kamis (5/6).
Ia mencontohkan, ketika BI mengambil bauran kebijakan pada pertengahan 2013 lalu banyak tidak memahaminya, termasuk pengamat ekonomi. Padahal kebijakan tersebut dikeluarkan sebagai langkah antisipasi untuk meredam dampak pengurangan stimulus moneter the Federal Reserve. "Bauran kebijakan tersebut terbukti efektif, bahkan diapresiasi lembaga internasional," ujarnya.
Agus mengatakan, tidak semua informasi yang dimiliki BI diketahui publik karena ada hal-hal yang bersifat strategis yang tak mungkin dipublikasikan karena akan melemahkan kebijakan itu sendiri. Wawasan yang komprehensif mengenai sektor jasa keuangan sangat penting agar dapat memahami kebijakan tersebut.
Selain itu, awal tahun ini BI juga memiliki peran baru sebagai otoritas makroprudensial. Peran baru tersebut mengharuskan BI memitigasi risiko sistemik di sistem keuangan. "Perumusannya membutuhkan diseminasi kebijakan. Kerja sama pelatihan hakim mendukung diseminasi tersebut," ujarnya.