REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- The Institute of Chartered Accountants in England and Wales memprediksikan ekspor Indonesia masih akan bergantung pada komoditas. Selain Indonesia, negara-negara ASEAN lainnya yang kurang berkembang juga bergantung pada ekspor komoditas.
Ekonom dari The Institute of Chartered Accountants in England and Vales (ICAEW) Charles Davis mengatakan, harga komoditas lebih fluktuatif daripada harga barang ekspor lainnya. Harga tersebut bergantung pada nilai tukar. Saat ini, nilai tukar di negara-negara berkembang tengah melemah karena aksi jual yang disebabkan perbaikan ekonomi negara maju.
"Bahkan ketika nilai tukar stabil, harga komoditas global bisa bervariasi," ujarnya dalam Paparan Laporan ICAEW yang berjudul Economic Insight: South East Asia, Kamis (22/5). Ketidakstabilan pasokan juga dapat membuat kurangnya pasokan di suatu waktu dan kelebihan pasokan di waktu lainnya.
ICAEW membagi negara-negara ASEAN menjadi tiga grup berdasarkan status perkembangan negara. Grup pertama, negara dengan perkembangan terendah, yakni Kamboja, Laos dan Myanmar, memiliki ketergantungan paling tinggi terhadap komoditas.
Grup kedua, yakni negara dengan perkembangan ekonomi yang moderat, Indonesia, Filipina dan Thailand. Negara-negara tersebut bergantung pada ekspor komoditas karena tidak memiliki SDM dan infrastruktur yang memadai untuk memproduksi barang dan jasa bernilai tinggi.
Sedangkan grup ketiga adalah negara yang lebih maju, yakni Singapura dan Malaysia. Kedua negara tersebut lebih banyak mengekspor produk manufaktur.
Davis memprediksikan, hingga lima tahun ke depan harga minyak dunia akan turun. "Harga minyak akan turun karena banyaknya pasokan dan perlambatan permintaan dari negara-negara berkembang," ujarnya.