Senin 19 May 2014 00:44 WIB

IFSB Luncurkan Rencana Pengembangan Syariah 10 Tahunan

Rep: Ichsan Emrald Alamsyah/ Red: Chairul Akhmad
Sekretaris Jenderal IFSB Jaseem Ahmed.
Foto: Megaevents.net
Sekretaris Jenderal IFSB Jaseem Ahmed.

REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- The Islamic Financial Services Board (IFSB) pekan ini merilis cetak biru (road map) pengembangan industri keuangan syariah 10 tahun mendatang.

Cetak biru pengembangan industri jangka menengah ini akan lebih menetikberatkan kepada pengejawantahan aturan IFSB.

Sekretaris Jenderal IFSB, Jaseem Ahmed menyatakan kepada Reuters, organisasi mengeluarkan rencana jangka menengah sebagai tolak ukur pemantauan kemajuan industri. Hanya saja, rencana ini lebih fokus dan terukur.

Sebelumnya, IFSB telah merilis 16 rekomendasi bagi para pembuat kebijakan di 2007. Ketika itu rencana pengembangan keuangan syariah itu belum merinci metrik untuk melacak peningkatan keuangan syariah di tiap negara.

"Rencana jangka menengah ini mencakup inisiatif konkret, yaitu apa yang harus dilakukan berbagai pemangku kepentingan," tutur Ahmed, Sabtu (17/5), kepada Reuters.

Sejak pertama kali didirikan tahun 2002, IFSB menyerahkan penerapan aturan organisasi kepada masing-masing regulator. Saat ini mereka meminta pelaksanaan yang lebih konkret dari rencana 10 tahun itu.

Cuma tetap saja, IFSB bersikap fleksibel kepada masing-masing negara dalam pengembangan industri keuangan syariah di masing-masing negara.

Ia yakin aturan ini sangat membantu regulator di tiap negara dalam pengembangan industri syariah. Hanya saja memang dibutuhkan waktu untuk mempraktekkan road map itu agar berjalan efektif.

Sebelumnya, Deputi Komisioner OJK, Mulya Effendy Siregar, menyatakan berusaha menilai kembali ketentuan syariah (PBI 7/13 tahun 2005) terkait ketentuan KPMM (Kewajiban Penyediaan Modal Minimum).

Hal ini dilakukan dalam rangka harmonisasi aturan PBI dan revised capital adequacy standard IFSB Desember lalu. Namun, menurut dia, bukan berarti Indonesia akan langsung menerapkan aturan tersebut.

OJK akan menilai kembali sesuai dengan kondisi di bank syariah. Artinya apakah cocok dengan Indonesia dan tingkat kemampuan bank syariah.

Karena ada aturan internasional yang tak tepat bagi bank di Indonesia. Contohnya, aturan shadow banking internasional, yang jika diterapkan di Indonesia maka seluruh Baitul Mal wa Tamwil bisa gulung tikar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement