Kamis 08 May 2014 13:29 WIB

Perbankan Syariah Butuh Kelengkapan Pranata Hukum

Rep: Satya Festiani/ Red: Nidia Zuraya
Perbankan Syariah.  (ilustrasi)
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Perbankan Syariah. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai perbankan syariah memerlukan pranata dan sistem hukum yang lengkap. Ketersediaan perangkat hukum tersebut dapat menjamin keberlangsungan perbankan syariah.

Deputi Komisioner OJK Mulya Siregar mengatakan, banyak tantangan dalam penataan sistem hukum yang efektif dalam perbankan syariah. "Tantangan terpenting adalah mewujudkan harmonisasi antara prinsip dan hukum syariah yang menjadi back home dan juga alasan dasar sistem keuangan syariah dalam kerangka hukum positif jurisprudiksi hukum nasional dan internasional," ujar Mulya, Kamis (8/5).

Menurut dia, harmonisasi tidak mudah karena legal hukum di banyak negara Muslim termasuk Indonesia agak abivalen karena menggabungkan hukum barat, islam, dan adat. Adaptasi dua hukum atau lebih dalam satu jurisprudiksi ini justru menimbulkan masalah dalam pluralisme terhadap kepastian.

Salah satu ketidakpastian hukum dalam perbankan syariah adalah putusan Mahkamah Konstitusi yang mencabut penjelasan Undang-undang no 21 Tahun 2008 pasal 55 ayat 2 yang berisi pilihan untuk penyelesaian sengketa yakni melalui musyawarah, mediasi perbankan, badan arbitrase, dan pengadilan dalam lingkungan peradilan hukum.

Undang-undang no 21 Tahun 2008 pasal 55 ayat I menyebutkan, penyelesaian sengketa perbankan syariah dilakukan melalui Peradilan Agama. Sementara pada ayat 2, disebutkan bahwa penyelesaian sengketa dapat dilakukan sesuai dengan isi akad. Namun, Mahkamah Konstitusi (MK) pada 29 Agustus melalui putusan no 93/PUU-X/2012 mencabut penjelasan pasal 55 ayat 2. "Sebuah akad itu setara UU makanya dimasukkan dalam UU. Kami terkejut pasal 2 itu dicabut," ujarnya.

Ia berharap Mahkamah Agung (MK) dan perangkat hukum lainnya dapat terus melakukan penataan perangkat hukum lainnya agar bisa memperkuat kelanjutan sistem keuangan syariah. Perangkat hukum diharapkan akomodatif dan fasilitatif sistem keuangan kedepannya.

Ia menjelaskan, pranata hukum yang diperlukan perbankan syariah adalah peraturan perundang-undangan yang lengkap dan jelas, pranata hukum seperti sistem peradilan dan penyelesaian sengketa di luar pengadilan, kitab hukum acara dan kodifikasi hukum peradilan, standar kontrak dengan terminologi hukum yang terkordinisir dengan baik,  serta notaris, hakim, yang menunjang penyelesaian hukum di peradilan yang memiliki kualifikasi dan kompetensi yang sesuai untuk menyelesaikan sengketa dengan nasabah dalam sistem perbankan syariah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement