Senin 28 Apr 2014 19:32 WIB

Havard Gelar Forum Riset Keuangan Syariah

Pasar modal syariah Tanah Air dipandang berkembang dengan baik.
Foto: Rosa Panggabean/Antara
Pasar modal syariah Tanah Air dipandang berkembang dengan baik.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON --  Sebanyak 43 kertas kerja dipaparkan para pembicara yang datang dari berbagai negara di antaranya Inggris, Prancis, Jerman, Australia, India, Pakistan, Arab Saudi, UAE, Indonesia, Malaysia, selain tuan rumah Amerika, tentang isu seputar asuransi syariah.

Forum riset keuangan syariah itu diadakan "The Eleventh Harvard University Forum on Islamic" yang berlangsung selama tiga hari dari 25-27 April, demikian Murniati Mukhlisin, PhD Student in Accounting University of Glasgow Scotland, United Kingdom yang ikut mempresentasikan kertas kerjanya, kepada Antara London, Senin (28/4).

Direktur, Islamic Finance Project, Harvard Law School, Harvard University, Nazim Ali mengatakan Forum keuangan syariah yang kali ini bertemakan takaful dan konsep mutualisme ini telah berlangsung sejak 1994 dan senantiasa didukung oleh Harvard Business School dan Harvard Law School.

Dalam forum yang diselenggarakan di kampus nomor satu di dunia ini, Indonesia diwakili tiga orang pembicara yaitu Murniati Mukhlisin, dosen Akuntansi Islam dan anggota manajemen kampus STEI Tazkia, Dr. Raditya Sukmana, Ketua Prodi Ekonomi Islam, Universitas Airlangga, dan Dr. Sutan Emir Hidayat, pengajar di University College of Bahrain.

Murniati yang memaparkan risetnya tentang akuntansi untuk takaful menjelaskan bahwa akuntansi memainkan peranan penting untuk menunjang pertumbuhan industri takaful sehingga diperlukan standar akuntansi yang sesuai dengan industri.

Saat ini beberapa negara mengadopsi standar IFRS 4 untuk industri tersebut yang menyebabkan terjadinya ketidaksesuaian dalam pelaporan karena ada aspek - aspek syariah yang tidak tercakup di dalamnya. Hal ini terjadi salah satunya adalah faktor politik ekonomi yang mengarahkan keputusan untuk mengadopsi standard pelaporan keuangan internasional tersebut.

"Bagusnya, Indonesia saat ini masih konsisten mengikuti standar syariah yang dikeluarkan oleh IAI walaupun keputusan Indonesia dalam forum G20 sudah mutlak yaitu mengadopsi penuh IFRS," ujar Murniati.

Raditya dan Sutan yang membentangkan paper yang sama menitikberatkan pada tantangan tentang takaful mikro yang sekarang sedang marak di Indonesia. Diperlukan sosialisasi yang lebih marak bagi masyarakat Indonesia tentang pentingnya proteksi asuransi syarat syariah terutama dalam ruang lingkup asuransi mikro.

Untuk itu, diperlukan banyak SDM dan agensi yang mengembangkan takaful mikro di Indonesia. Saat ini Takmin adalah satu-satunya agen takaful mikro di Indonesia.

Di bawah pimpinan Agus Haryadi, mantan pemimpin perusahaan takaful terbesar di Indonesia dan juga salah seorang pendiri STEI Tazkia, Takmin telah mendampingi 315 keuangan mikro syariah dengan jumlah peserta 377.370 orang, kata Murniati Mukhlisin.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement