Selasa 22 Apr 2014 20:25 WIB

Serikat Pekerja BTN Tegaskan Tolak Akuisisi BTN

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Indira Rezkisari
Nasabah melintas di kantor Bank BTN, Jakarta.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Nasabah melintas di kantor Bank BTN, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pekerja BTN Satya Wijayantara menegaskan Serikat Pekerja BTN menolak gagasan akusisi BTN oleh Bank Mandiri.  Saat dihubungi Republika, Selasa (22/4), Satya mengungkapkan sejumlah alasan di balik penolakan tersebut. 

Pertama, gagasan akuisisi BTN tidak sesuai dengan kebijakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono per 2005 yang menunjuk BTN sebagai bank tunggal yang melayani akses perumahan masyarakat berpenghasilan rendah. 

Kedua, gagasan ini menunjukkan pembangkangan Menteri BUMN Dahlan Iskan kepada Presiden SBY.  "BTN hanya jadi alat pencitraan Pak Dahlan," ujar Satya. 

Satya menilai alasan Dahlan bahwa akusisi ini bertujuan untuk mengadang bank asing masuk ke pembiayaan KPR, tidak beralasan.  Sebab sampai saat ini, bank-bank asing tidak ada yang tertarik di sektor KPR. 

Bank-bank tersebut lebih memilih memberikan kredit kepada sektor korporasi maupun kredit-kredit ritel. Ketiga, gagasan akuisisi BTN oleh Bank Mandiri bertentangan dengan tren perbankan dunia saat ini. Saat ini, perbankan didorong untuk spin off dan dibentuk bank-bank yang fokus pada sektor tertentu. 

Satya berpandangan Indonesia membutuhkan bank yang fokus di sektor pertanian, kelautan dan infrastruktur. 

Keempat, gagasan ini secara internal dapat mengakibatkan pemutusan hubungan kerja (PHK). Menurut Satya, pernyataan Dahlan bahwa langkah ini tidak akan menimbulkan PHK, tidak beralasan.

"PT Logindo setelah di bawah PT Pelindo, 670 karyawan di PHK. Sedangkan PT Pertani di bawah PT Pupuk Indonesia, gaji karyawan dipotong 50 persen," ujar Satya. 

Kelima, gagasan akusisi BTN oleh Bank Mandiri, melanggar UU BUMN, UU Perseroan dan UU Pasar Modal.  Menurut Satya, akuisisi tidak hanya dibahas lintas kementerian/lembaga, melainkan juga dibahas bersama karyawan. 

"Ini kan tidak menghargai karyawan," kata Satya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement